Lihat ke Halaman Asli

Juan Manullang

Penulis Lepas

Miris, Andai Demokrasi Kita Dikendalikan "Cukong"

Diperbarui: 14 September 2020   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Tribunnews.com

Dalam kontestasi politik seperti pilkada tahun ini beredar isu-isu banyak oknum kepala daerah dikendalikan oleh "cukong" atau dibiayai oleh "cukong" tersebut.

Hal ini jadi perhatian serius kita, pemerintah dan Bawaslu dalam proses pencegahan dan penindakannya.

Politikus partai Gerindra Fadli Zon mengkritik biaya demokrasi (cost of democracy) di Indonesia yang dinilainya sangat tinggi. Hal itu menjadi masalah karena demokrasi yang dibangun dikuasai oleh para pemilik modal (cukong).

Hak itu dikatakannya dalam diskusi virtual bertajuk "Menyoal RUU Tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia dilansir dari Tribunnews.com, 9/6.

Isu itu tentu memiriskan kita sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Dalam sebuah demokrasi bukan uang yang berbicara tetapi masyarakat dalam menyampaikan setiap keluh kesah atau kegelisahan dan keperluan mereka sehari-hari agar dipenuhi oleh pemimpinnya.

Kalau ada isu "cukong" dalam kontestasi politik seperti pilkada maka kebutuhan "cukong" itulah yang akan didengarkan karena berkat dirinya si kepala daerah bisa maju dan menang dalam pilkada.

Tentu si pemimpin tadi bukan lagi amanat rakyat tapi amanat para "cukong" tadi. Tidak bisa hal ini dibiarkan karena percuma kita berpesta pilkada dengan menghabiskan banyak uang dari anggaran untuk keperluan pilkada kalau hasilnya adalah untuk si "cukong" tadi.

Ini akan membuat rakyat sengsara, marah dan sampai mengundang massa turun ke jalan untuk menuntut kepala daerah memenuhi janji kampanye yang sudah dikatakan sewaktu kampanye lalu.

Isu-isu dibiayai "cukong" ini bukanlah hal yang biasa tapi luar biasa. Esensi dari sebuah demokrasi adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Pemimpin yang terpilih harus mendedikasikan diri hanya untuk kepentingan rakyat. Tidak bisa ditawar-tawar lagu hal tersebut.

Suara rakyat adalah suara Tuhan yang harus didengarkan. Kalau tidak mendengarkan suara Tuhan maka upahnya adalah dosa yang tak terampuni.

Tugas kita

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline