Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI saat ini sedang dalam perbincangan hangat masyarakat dan banyak media. Persoalannya, KAMI mendeklarasikan diri dan menuntut beberapa hal kepada pemerintah.
Sampai-sampai aksi KAMI dituding sebagai aksi para tokoh barisan sakit hati karena kalah Pilpres.
Karena ada tudingan KAMI barisan kelompok yang kecewa hasil pilpres tersebut membuat Tengku Zulkarnain angkat bicara.
"Kalau tidak senang dengan KAMI kemudian membuat gerakan KAMU atau KITA dll silakan saja, kata Tengku melalui akun Twitternya dilansir dari Sindonews.com, 19/8.
"Tapi memfitnah dengan mengatakan KAMI itu barisan sakit hati, barisan kalah pilpres dan lainnya adalah menunjukkan kepicikan dan ketakutan terguling. Pihak yang kalah kan sudah bergabung ke sonooo..!. Heehhh" lanjut Tengku.
Kenapa tidak kita?
KAMI yang sudah dideklarasikan ini yang menuai pro-kontra sebenarnya tidak masalah berdiri, cuma kritikan dan tuntutan tersebut bagi sebagian pihak tidak tepat atau relevan.
Karena itulah, banyak menuai penolakan pembentukan KAMI. Hal yang harus dilakukan sebenarnya memberikan solusi, berdiskusi dengan pemerintah dan memberi saran sesuai fakta yang ada. Hal itu akan berdampak baik bagi KAMI kedepannya.
Pertanyaan penulis selanjutnya, kenapa kelompok itu tidak membentuk KITA? Bukankah KITA berarti seluruh rakyat Indonesia. Kalau KAMI hanya sebagian pihak saja.
Kalau KITA berarti dalam pikiran masyarakat sebagai bentuk perwujudan aspirasi rakyat dalam menyampaikan pendapat, masukan dan kritik baik kepada pemerintah mengenai keadaan masyarakat yang kesulitan saat ini.
Bukankah demokrasi itu dari kita, oleh kita dan untuk kita? Hal itu sepertinya sangat relevan membentuk kelompok KITA bukan KAMI.