Pandemi Covid-19 telah banyak membawa keburukan bagi kehidupan kita. Tak terkecuali, bagi anak-anak yang sangat rindu ke sekolah belajar bareng teman dan bermain dengan teman.
Hal itu dialami lima pelajar SMP Satu Atap Bloro di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur melakukan aksi dan menghadang Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo. Kejadian itu berlangsung saat Fransiskus melakukan kunjungan kerja di Desa Bloro.
Mereka bereaksi dengan mengenakan masker dan membawa spanduk dari kertas karton yang bertuliskan "Kami rindu sekolah", Kami rindu teman di sekolah dan "Kami rindu bapak ibu guru" (dilansir dari media Indonesia.com,22/5/2020).
Akan tetapi, menyedihkannya ketika hasil polling Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan mayoritas orangtua tidak setuju kegiatan belajar mengajar di sekolah kembali dilakukan saat tahun ajaran baru pada 13 Juli mendatang.
Dari 196.546 responden orangtua murid, sebanyak 129.937 atau 66 persen tidak setuju. Mereka cemas terkena dampak Pandemi Covid-19 hanya 66.609 atau 34 persen yang setuju (dilansir dari CNN Indonesia.com,3/6/2020).
Mendengar anak atau mendengar orangtua
Dari hasil polling orangtua yang tidak setuju sekolah dibuka bukan Juli dan fakta bahwa anak-anak rindu sekolah, mana yang harus didengar atau diikuti?.
Sebuah dilema sebenarnya, mau mendengar permintaan anak atau mendengar saran orangtua.
Di satu sisi, wajar anak merasa stress dengan belajar di rumah aja, apalagi di rumah situasi tidak terlalu ramai dan menyenangkan seperti di sekolah. Cara belajar pun hanya melalui internet dan televisi, tak bisa bertatap muka.
Belum lagi, di daerah pelosok atau terpencil sinyal untuk belajar di rumah melalui internet tak terjangkau. Banyak yang tidak punya laptop dan uang beli kuota. Ada juga tak punya televisi jadi sangat menyedihkan.
Di sisi lain, orangtua tak setuju sekolah dibuka bulan Juli disebabkan situasi belum sepenuh normal seratus persen. Masih ada kasus terinfeksi dan bukan tidak mungkin anak juga dapat terinfeksi.