Pertemuan antara Presiden Jokowi dengan tokoh lintas agama di Istana Negara, Jakarta Pusat (2/6) memberikan pesan kepada Presiden Jokowi dari Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mukti.
Beliau mengatakan," Pertama memperbaiki komunikasi politik pemerintah, khususnya para pembantu Presiden atau anggota kabinet.
Kedua memperbaiki kerjasama dengan ormas, termasuk ormas keagamaan. Ketiga, menjaga ketenangan dengan meminimalkan kegaduhan politik.
Masukan itu memang sangat baik kepada pemerintah agar masyarakat dapat mencerna setiap penyampaian sebuah kebijakan yang mudah dimengerti dan tidak tumpang tindih satu sama lain.
Komunikasi politik pemerintah kurang baik?
Atas masukan yang bergizi itu, penulis dapat membenarkan bahwa komunikasi politik pemerintah memang kurang baik, tetapi tidak selalu salah apalagi sampai menyulut emosi publik.
Kurang baiknya komunikasi politik pemerintah adalah ketika waktu lalu bagaimana peraturan Kementerian Perhubungan tumpang tindih dengan peraturan dari Kementerian Kesehatan dan Pemprov DKI Jakarta mengenai pelarangan ojek online membawa penumpang di masa PSBB.
Lalu, bagaimana Pak Mahfud MD sebagai Menkopolhukam memberikan pernyataan yang kontroversi membandingkan kematian akibat kecelakaan lebih tinggi dari kematian akibat virus Corona.
Setelah itu, bagaimana Pak Jokowi mengeluarkan pernyataan mudik dan pulang kampung itu berbeda padahal di pikiran publik itu sama saja, hingga akhirnya banyak komentar miring, komentar melucu dan komentar yang tak layak konsumsi.
Ada pula penyataan Pak Jokowi mengenai berdamai dengan Covid-19 yang membuat kontroversi di publik, ada yang berkomentar membingungkan dan komentar miring lainnya yang ramai di media online dan media sosial.
Banyak lagi sebenarnya, tetapi itu hanya sebagian contoh dari komunikasi politik pemerintah yang kurang baik, bukan selalu tidak baik. Banyak juga komunikasi politik pemerintah yang baik dan gampang dimengerti.