Tahun ini dapat dikatakan tahun politik karena akan diadakan pilkada tahun 2020 di sekitar ratusan daerah di Indonesia.
Tetapi, sangat disayangkan ketika pelaksanaan pilkada yang sekiranya akan dilaksanakan sekitar bulan September tahun ini diundur ke bulan Desember tahun ini juga.
Meski diundur, tetapi kita belum tahu apakah situasi akan sudah normal di bulan Desember, di mana sudah boleh berkerumun, memberikan hak suara seperti biasa boleh beramai-ramai di TPS nanti.
Hal ini perlu dikaji juga meski akan diterapkan New Normal. Sebenarnya, boleh-boleh saja asal diatur jaga jarak antar pemilih ketika hendak memasuki bilik suara, pakai masker dan terapkan protokol kesehatan.
Akan tetapi, waktu yang singkat seperti ini dimana sekarang sudah memasuki bulan Juni, pendaftaran para calon belum dibuka oleh KPU, belum lagi tahapan kampanye dan lain sebagainya, apakah sisa waktu ini cukup untuk para peserta pilkada?.
Apalagi kalau kampanye, pasti yang terjadi berkerumun antar warga, belum lagi bisa ditemukan praktik politik uang yang menghimpun banyak massa dan banyak lagi.
Alhasil, protokol kesehatan tidak dipikirkan oleh masyarakat karena kampanye politik. Estimasi waktu pun sudah sangat mepet sekali kalau pilkada digelar bulan Desember karena tahapan cukup panjang dan tak cukup tahun ini digelar karena sekarang sudah memasuki bulan Juni.
Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut tahapan pilkada tahun ini. Bisa saja diundur tahun 2021 akan datang, apakah itu sangat terlambat atau tidak, tetapi pemerintah dapat menjawabnya.
Ada salah satu kritik pula disampaikan kepada pemerintah bila tetap pilkada dilaksanakan tahun ini.
Kritik itu datang dari Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengkritik rencana pemerintah melaksanakan pemungutan suara Pilkada pada Desember 2020.
Dengan rencana tersebut, KPU mau tidak mau harus menggelar tahapan pra-pencoblosan di bulan Juni, saat Indonesia masih dalam situasi Pandemi COVID-19.