Program belajar dari rumah melalui TVRI yang diluncurkan Mendikbud Nadiem Makarim memang tidak sepenuhnya efektif dan efisien. Waktu lalu, penulis juga sudah mengutarakan ketidakefektifan tersebut dan kali ini agak berbeda dengan pemberitaan salah satu siswa yang ada di salah satu daerah terpencil di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, 5/5/2020, Vensilias Deki, seorang siswa SMP mengaku tahu pemerintah membuat program belajar dari rumah melalui TVRI.
Ia ingin belajar melalui siaran di TVRI itu. Namun, kendalanya di rumah tidak ada televisi. Deki mengungkapkan, sebenarnya ada pilihan lain jika di rumah tidak ada Tv, yaitu buka live streaming di ponsel. Namun, Deki ataupun orangtuanya juga tak memiliki ponsel pintar.
Ada lagi beberapa anak lainnya yang sama dengan Deki. Kondisi inipun harus jadi perhatian pemerintah.
Merdeka belajar
Merdeka belajar yang disampaikan mas Nadiem Makarim memang harus diwujudkan. Namun, kalau mau berbasis digital ataupun menghasilkan kegiatan kreatif melalui digital, tentu itu tak akan terjangkau oleh anak-anak di daerah terpencil.
Merdeka belajar berarti bebas belajar. Anak-anak atau siswa-siswi diberikan kebebasan belajar sesuai dengan keinginan mereka tanpa ada kekangan dan halangan. Terpenting, diawasi cara belajarnya agar tidak lari dari kaidah dan norma yang ada.
Penulis setuju kalau para siswa dibebaskan untuk berkreasi sesuai keinginan mereka. Misalnya, anak suka membaca buku, ya persilahkan membaca buku, baca komik pun tidak masalah. Suka menggambar pun tidak masalah, suka berhitung juga demikian serta lainnya.
Anak diberi kebebasan mencari jati dirinya atau hobi dan keinginan yang bagus-bagus, itu sangat positif.
Tapi, kalau dikatakan berkreasi melalui digital sesuai perkembangan zaman saat ini, tentu sangat sulit karena keterbatasan dana atau keuangan rakyat.
Mas Nadiem harus melihat itu. Tak bisa perkembangan zaman saat ini dijadikan sesuatu yang wajib diikuti dalam dunia pendidikan. Itu masih tidak efektif karena keterbatasan ekonomi rakyat.