Lihat ke Halaman Asli

Juan Manullang

Penulis Lepas

Mencermati Tingginya Kasus KDRT di Dunia Akibat Covid-19

Diperbarui: 7 April 2020   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Ilustrasi/Kompas.com

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) memang termasuk sering terjadi di Indonesia maupun di dunia. Pasalnya,  dalam menjalin sebuah bahtera rumah tangga tidak ada kata mulus-mulus saja.

Dari pengamatan saya di keluarga, tetangga maupun dari beberapa narasumber yang ada di televisi saya saksikan, mereka mengatakan menjalin rumah tangga tidak ada kata mulus.

Akan ada beda pendapat, cekcok dan ketidakakuran. Hal itu terlihat dari kasus perceraian dan KDRT dari beberapa survei membuktikannya.

Akan tetapi, meski terjadi beda pendapat, cekcok atau masalah di keluarga, maunya tetap menggunakan pikiran dingin tidak memakai fisik atau kekerasan.

Semua bisa diselesaikan dengan diskusi, dengan damai dan memakai kata-kata yang baik, tidak bersuara keras dan lain sebagainya.

Dilansir dari VOA 5/4/2020), sebagaimana dilansir kompas.com, Sekjen PBB Antonio Guterres menyatakan bahwa meningkatnya tekanan sosial dan ekonomi akibat Pandemi virus Corona telah menyebabkan KDRT pada wanita dan anak-anak perempuan. Guterres mengatakan, "Maka, hari ini saya membuat seruan baru untuk perdamaian di seluruh rumah di dunia.

Di Perancis, kasus KDRT meningkat hingga sepertiga dalam satu minggu. Sementara Afrika Selatan bahwa otoritas setempat menerima setidaknya 90.000 pengaduan KDRT terhadap wanita pada minggu pertama diberlakukan pembatasan wilayah.

Sedangkan di Indonesia belum didapatkan data berapa banyak kasus KDRT terjadi selama Pandemi ini. Dari rilis resmi website Komnas Perempuan, Komnas Perempuan melakukan beberapa kebijakan untuk mengurangi interaksi sosial dalam kegiatan.

PENGARUH EKONOMI

Mencermati kasus KDRT di dunia tersebut, memang hal utama penyebabnya adalah pengaruh ekonomi keluarga karena banyaknya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), sehingga ekonomi keluarga melonjak turun yang mengakibatkan tidak ada dana menyambung hidup.

Terutama kepada suami-suami yang merupakan kepala keluarga, ketika di PHK, maka sang istri tidak mendapatkan uang membeli kebutuhan sehari-hari. Hal itu akan membuat si istri menagih-nagih kepada suami, bahkan semakin cerewet dan marah-marah. Tindakan itulah yang memicu emosi sang suami ditambah stress akibat di PHK di masa Pandemi Covid-19 ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline