Menakjubkan, Presiden Jokowi selama pemerintahannya kurang lebih lima tahun ini dianggap sangat demokratis dibandingkan era pemerintahan Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal itu dapat kita lihat dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Dalam survei disebutkan melalui Direktur SMRC Sirojuddin Abbas bahwa mayoritas publik menilai rezim SBY dan Jokowi adalah rezim demokratis.
Dalam survei, responden diminta memberikan skor 1-10. Sirojuddin mengatakan skor 1 berarti AA harapan diktator. Sementara skor 10 berarti sangat demokratis.
Hasilnya, era pemerintahan Jokowi mendapat skor 7,37. Sementara SBY memperoleh skor 7,15. Era pemerintahan Soeharto mendapat skor 4,79, jauh di bawah Jokowi dan SBY (cnnindonesia.com 16/6/2019).
Hasil survei itu begitu menakjubkan dan menggembirakan khusus buat kita dan pendukung Jokowi. Kita sering mendengar bagaimana Jokowi dikaitkan erat dengan kediktatoran karena seringnya proses hukum dilakukan kepada pendukung Prabowo, kepada ulama dan lain sebagainya. Itu sangat sering kita dengar. Bahkan rezim Jokowi disebut Neo-Orde Baru.
Apa yang dikatakan itu tidak masuk akal dan terkesan melebih-lebihkan. Asal bunyi dan merendahkan pemimpin negara ini. Survei SMRC ini tentu punya data statistik dan terpercaya. Termasuk juga survei terkenal dan mampu dipercayai oleh siapa saja.
Hasil survei itu setidaknya sedikit membungkam orang-orang yang mengatakan rezim Jokowi Neo-Orde Baru maupun diktator. Hal itu sudah dimentahkan dengan hasil survei itu. Kita senang dan bangga atas semua itu. Alhasil, dengan hasil survei ini semoga tidak ada lagi bunyi-bunyian mengatakan rezim sekarang diktator maupun Neo-Orde Baru.
Sudah cukup kata-kata itu. Mungkin yang mengatakan rezim sekarang diktator adalah orang-orang yang belum berhasil menerima konsekuensi dari gagal paham mempergunakan demokrasi. Oknum yang tidak mengetahui bahwa dia bersalah, tetapi merasa benar.
Ini adalah berita menakjubkan. Semoga semua rakyat membaca informasi ini dan bagi masyarakat yang mengatakan rezim sekarang diktator berubah menjadi demokratis.
Sudah jelas kita hidup dengan kebebasan berdemokrasi. Kita bebas mengkritik keras pemerintah sekarang tanpa takut, namun harus tetap santun dan beretika. Tidak menyebarkan hoaks maupun berkata kasar. Kritik harus memberi solusi ataupun kritik keras, tetapi tidak menghujat dan menghina.
Demokrasi kita masih berjalan on the track, cuma beberapa oknum salah menjalankan demokrasi itu. Hingga akhirnya di tanggal 21 dan 22 Mei kemarin kita gaduh dan ricuh. Itu adalah oknum-oknum yang gagal mengerti dalam menjalankan arti demokrasi yang sesungguhnya. Kasihan sekali negeri kita ini masih ada yang mempergunakan demokrasi ekstrim seperti itu.