Lihat ke Halaman Asli

Juan Manullang

Penulis Lepas

PSI dan Perjuangan Menyelamatkan Demokrasi

Diperbarui: 30 Mei 2019   01:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskusi 'Menguak Dalang Makar 22 Mei' di kantor DPP PSI ( Zunita/detikcom)

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali menyuarakan pendapat untuk kemajuan bangsa. Waktu lalu kita ingat bagaimana PSI pernah menolak peraturan Daerah (Perda) Syariah. Banyak lagi pernyataan dari PSI yang memang mantap betul membuat kita juga terpukau.

Kali ini, PSI kembali membuat pernyataan dalam konferensi pers bahwa PSI mendukung kepolisian mengungkap dalang kerusuhan 22 Mei. PSI menilai, jika dalang kerusuhan tidak dijerat, demokrasi Indonesia terancam (detik.com, 29/5/2019).

Kita mengerti mengenai keresahan dari PSI ini. Mereka berbicara untuk kepentingan negara bukan kepentingan partai. Jadi, perlu juga kita bersuara keras demi tegaknya demokrasi ini. Kesulitan-kesulitan yang sering kita alami dalam mencegah kerusuhan selama ini harus dicari solusi dan cara terbaik agar tidak terus menerus saja menyerang persatuan dan kesatuan kita.

Narasi politik santun

Dalam benak saya, sebenarnya untuk menghindari adanya kerusuhan, kericuhan dan aksi yang merusak, caranya adalah dengan narasi yang dibangun harus penuh kesantunan. Maksudnya, jangan ada narasi yang mengajak bertindak inkonstitusional. Jangan ada hasutan dan seruan mengajak massa untuk bertindak seperti apa yang kita saksikan. Ajakan demonstrasi menjadi ditumpangi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga terjadilah kerusuhan.

Narasi itu kadang membangunkan emosi dan amarah, sehingga adrenalin semakin kuat untuk bertindak.  Sama halnya, kalau kita menonton pertandingan sepakbola di televisi, ada supporter di stadion yang terus bersorak, bernyanyi dan berjoget ria. Semua itu agar memberi semangat, memancing diri untuk bertindak dan berusaha menampilkan permainan terbaik dan menghasilkan gol. Itu sebenarnya, tugas supporter untuk membangkitkan semangat.

Sama halnya, kalau narasi yang dibangun seperti ajakan, seruan dan sorakan untuk berdemonstrasi, hingga akhirnya amarah massa semakin kuat sampai disusupi oknum "penumpang gelap" hingga terjadilah kerusuhan. Maka, saya berpikiran narasi politik yang dibangun maupun tidak dalam situasi politik, harusnya tetap narasi santun yang disuarakan. Itu akan lebih baik.

Usut tuntas

 Nah, saya sepakat dengan PSI mengenai seruan untuk mengusut tuntas aktor intelektual atau dalang kerusuhan 21 dan 22 Mei kemarin. Kita meyakini bahwa pihak kepolisian dapat mengusutnya dan menghukum aktor intelektualnya. Semua tentu bermula dari aktor intelektual atau dalang yang merencanakan aksi ini. Tak mungkin ada aksi kalau tidak direncanakan matang terlebih dahulu. Apalagi waktu lalu ditemukan adanya amplop berisi uang. Jadi perlu diselidiki siapa yang memberikan uang tersebut.

Pengusutan itu demi demokrasi kita. Tak ada yang menginginkan demokrasi harus rusak. Kita berdebat kusir, memainkan massa atas nama demokrasi atau kebebasan berpendapat, tetapi akhirnya rusuh. Aparat kepolisian diserang dengan batu, petasan dan lainnya. Inikan berbahaya bagi demokrasi kita.

Kita cinta Indonesia dan demokrasi, jadi harusnya dijaga. Apa yang dikatakan PSI, saya meyakini kita juga mendukung seratus persen. Biarkan demokrasi berjalan dengan lancar dan kita bebas berpendapat tanpa ada larangan, namun tetap santun dan tidak berujung kekerasan atau kericuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline