Kabar mengenai merebaknya video polisi memukuli remaja bernama Harun Rasyid (15) tahun adalah kabar bohong atau hoax. Diungkapkan Karo Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo bukan Harun Rasyid. "Pada kenyataannya orang yang dalam video tersebut adalah pelaku perusuh yang sudah kami amankan atas nama A alias Andri Bibir, katanya (Kompas.com, 26/5).
Dari berita tersebut dapat kita simpulkan bahwa berita hoax sekarang masih saja beredar yang dapat mengotori pikiran rakyat dan membuat berpikir negatif terhadap seseorang atau instansi contohnya kepolisian. Pantas saja, Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) dan Kemenkopolhukam (Kementerian Bidang Politik, Hukum dan Keamanan) menutup sementara akses facebook dan whatsapp untuk mencegah penyebaran foto, video dan berita hoax. Akan tetapi, masih saja oknum tertentu memanfaatkan cara lain menyebarkan hoax tersebut. Sungguh memprihatinkan!.
Jangan cepat percaya
Perlu edukasi kepada masyarakat bahwa berita hoax dapat dilawan dengan sejumlah cara. Salah satunya adalah dengan tidak cepat mempercayai sebuah berita dan menyebarkannya kepada orang lain atau teman dan saudara. Cara itu rasanya begitu mudah untuk meredam hoax yang sampai sekarang memang begitu sulit diredam. Kita prihatin dengan kondisi rakyat saat ini yang selalu percaya pada hoax dan gampang menyebarkannya.
Sehingga timbul opini publik yang semakin negatif sampai timbul hujatan dan gesekan di masyarakat. Hoax benar-benar membuat rakyat terperosok ke dalam buaiannya. Rakyat sulit untuk memfilter mana yang benar dan mana yang hoax. Literasi digital memang masih rendah.
Rakyat saat ini ketika melihat foto, video dan sebuah berita langsung saja dengan cepat menyebarkannya agar dibaca masyarakat lainnya. Hingga akhirnya hoax semakin merebak dan sampai viral. Hal itu sering sekali terjadi, sehingga kita turut prihatin melihatnya. Perlu diedukasi sebenarnya masyarakat sekarang bahwa jika membaca berita, melihat foto maupun video, maka jangan terlalu cepat untuk menyebarkannya. Perlu mencari kebenaran terlebih dahulu atau menahan nafsu menyebarkannya. Tetapi, sepertinya edukasi itu masih kurang.
Sosialisasi itu masih rendah di akar rumput. Maka, sampai hari ini kita masih sulit untuk memerangi hoax dan terlalu gampang percaya pada berita, foto dan video. Padahal kita ketahui, pemerintah sudah menutup akses penggunaan media sosial, whatsapp dan fitur media lainnya untuk meredam hoax, tetapi ternyata belum efektif, kemungkinan besar harus sampai berlama-lama ditutup akses tersebut.
Akan tetapi, timbul juga kontra akibat penutupan akses media sosial, whatsapp dan fitur media lainnya yang membuat usaha online menjerit dan banyak lagi. Menjadi permasalahan baru, padahal sebenarnya maksud pemerintah baik untuk mencegah hoax semakin merebak.
Penegakan hukum
Untuk kedepannya, perlu adanya penegakan hukum yang tegas bagi pelaku penyebaran berita hoax dan yang membuat atau memproduksi hoax tersebut. Pada akhirnya, berkaca pada kasus ini, nama kepolisian yang tercoreng, sehingga kerugian besar ditanggung polisi akibat hoax itu. Rakyat bisa jadi banyak yang nyinyir dan bahkan menghujat tindakan itu, padahal bukan mereka yang berbuat.
Jadi, penting namanya penegakan hukum yang tegas bagi pembuat dan penyebar berita hoax. Sadarkan mereka dengan aturan hukum yang ada agar ada efek jera. Bila tak jera-jera juga, maka proses hukum terus. Selanjutnya, berikan literasi mengenai pemahaman hukum bagi masyarakat bahwa setiap tindakan yang memproduksi hoax di kalangan masyarakat dan di media sosial ancamannya adalah pidana penjara sesuai UU ITE (Informasi Transaksi Elektronik).