Menurut pemikian penulis dengan dasar logika yang rasional, maka penulis mendefinisikan kritikan adalah suatu tanggapan atau ungkapan ketidak setujuan atas suatu tindakan, perkataan, kebijakan atau kondisi atau produk yang dihasilkan seseorang dengan memberikan alasan atau argumen dengan dasar logika yang disusun untuk menjelaskan ketidaksetujuan tersebut.
Jika mengacu pada definisi penulis diatas maka kritikan tidak dapat disampaiakn hanya atas dasar emosional, tetapi harus dengan dasar pemikiran yang logis dengan argumentasi yang logis pula. Saat ini seringkali kritik hanya didasarkan pada faktor emosional, dan seringkali disampaikan atas sesuatu yang tidak dia dengar langsung dari sumber aslinya.
Saat ini yang jadi masalah adalah banyak yang salah mendefiniskan kritikan, dan menyamakan kritikan dengan celaan. Mencela dan mengkritik adalah dua hal yang sangat berbeda. Mencela adalah ujaran kebencian yang ditujukan pada orang tertentu hanya berdasarkan faktor emosional dengan alasan hanya karena tidak menyukai orang tersebut. Selain itu yang melakukan celaan biasanya juga tidak dapat menjelaskan kenapa dia tidak menyukai orang yang dia cela.
Salah satu faktor utama yang membedakan celaan dengan kritikan adalah celaan lebih ditujuan pada subjek, sedangkan kritikan lebih pada objek.
Contohnya, misalnya saya mengkritik Dadan karena membuat keputusan "B", tetapi saya setuju dengan keputusam "C" yang dibuat Dadan. Kritikan focus pada Objek atau hasil dari pikiran orang lain yang berupa Ucapan, keputusan, kebijakan, pendapat, perbuatan, ataupun produk yang dihasilkan orang tersebut dan bukan pada "orangnya". Artinya pengkritik adakalanya dapat tidak setuju dan adakalanya dapat setuju dengan orang lain, karena yang menjadi focus kritikan bukanlah "Subjek" atau "Orangnya" tetapi "Ucapan, keputusan, perilaku, kebijakan, pendapat atau produk dari orang tersebut".Berbeda dengan Celaan yang fokusnya pada "Subjek atau Orang".
Untuk disebut debagai seorang "Pengkritik Rasional" maka seseorang harus mampu menyampaikan kritikannya dengan mengenyampingkan factor emosional. Jika dia hanya mengkritik orang yang tidak disenangi dan membiarkan orang yang dia senangi meskipun ada ucapan, keputusan, perilaku, kebijakan, pendapat atau produk dari orang tersebut yang tidak sesuai dengan logika dan nalar berfikirnya, maka dia belum dapat dikatakan sebagai pengkritik rasional, bahkan tidak dapat dikatakan sebagai pengkritik karena belum memahami apa itu kritikan dan dia berada pada posisi yang lebih dekat dengan pencela.
Hal yang sama juga berlaku pada "Penerima Kritik". Seringkali penerima kritik menganggap kritikan sebagai "Celaan atau Ujaran Kebencian" tanpa bersedia untuk melihat substansi dari kritikan. Beberapa hal yang menyebabkan orang sulit menerima kritikan antara lain ; 1. Perasaan Sombong yang merasa diri "Paling" dalam segala hal, 2. Tidak terbiasa berbeda pendapat, 3. Dibentuk dari lingkungan yang menuntut kepatuhan sehingga juga selalu menuntut kepatuhan dari orang lain, 4. Tidak suka dengan "Orang atau Subjek" yang melakukan kritikan. 5. Tekanan Lingkungan Sekitar.
Dari lima faktor diatas, faktor nomor 1 sampai dengan 4 merupakan faktor internal yang hanya dapat diperbaiki jika pribadi penerima kritik mau belajar dan mengedepankan rasionalitasnya dari pada emosionalnya. Sementara faktor nomor 5 adalah faktor eksternal, yang mempengaruhi individu penerima kritik jika individu penerima kritik tidak memiliki kepribadian yang lebih kuat dari lingkungannya.
Contoh faktor nomor 5 yang paling umum adalah perilaku di dunia Politik, dimana penerima kritik bisa saja menyadari bahwa kritikan yang dialamatkan kepadanya memang tepat, tetapi dapat bersikap berbeda karena kritikan berasal dari lawan politik sehingga mengakibatkan lingkungan sekitarnya meminta dia untuk tidak meghiraukan kritik atau membuat counter argument atas kritikan yang dialamatkan kepadanya.
Disinilah perlu kedewasaan semua pihak untuk belajar menjadi pengkritik dan penerima kritik yang rasional. Salah satu pihak yang benar-benar harus belajar dewasa untuk menjadi pengkritik dan penerima kritik rasional adalah para pemimpin, wakil rakyat di dewan, politisi, tokoh masyarakat serta aparatur pemerintah. Mereka semua adalah orang yang secara langsung dan tidak langsung mengelola Negara ini.
Jika mereka tidak dapat rasional dan mengkritik atau menerima kritik dengan dasar emosional maka akan sangat merugikan rakyat yang telah mempercayakan pengelolaan Negara ini kepada mereka. Mereka harus sadar bahwa dalam setiap ucapan, kebijakan, dan perbuatan mereka tidak hanya berdampak pada diri mereka, tetapi juga berdampak pada banyak orang.