Lihat ke Halaman Asli

Asaf Yo

TERVERIFIKASI

mencoba menjadi cahaya

Review Malam Jumat Kliwon

Diperbarui: 4 Agustus 2023   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

koranmandala.com

Kali ini saya akan mereview film berjudul Malam Jumat Kliwon yang dibintangi oleh Luna Maya. Tentu saja saya tidak akan melewatkan kesempatan untuk melihat seperti apa film inisetelah sebelumnya Luna maya sukses memerankan Susana pada film Malam satu suro pada tahun 2019 kalau tidak salah dengan jumlah penonton lebih dari 3 juta orang.

Film-film Susana memang sudah ikonik sih kalau bagi saya. Apalagi dengan peran peran setan hantu sundel bolongnya. Tidak salah sih kalau Almarhumah Suzanna dianggap sebagai ratu film horror indonesia. Nah, kisah film ini akan kuceritakan (mengandung spoiler, jadi yang belum nonton harus siap-siap mendapatkan bocoran, hehehe).

Filmnya menceritakan sosok Suzanna yang memiliki kekasih bernama Surya. Namun, karena ayahnya terjebak hutang dengan Raden Aryo, maka Suzanna terpaksa menikah dengan Raden Aryo untuk mendapatkan keturunan. Pernikahan mereka berdua menimbulkan kecemburuan terhadap Minati, istri pertama Raden Aryo yang tidak mampu melahirkan keturunan. Akhirnya dengan ilmu hitam, Minati berhasil membunuh Suzanna kala melahirkan di Malam Jumat Kliwon. Hal ini berlanjut dengan Suzanna yang mulai bangkit dari kubur untuk membalas dendam terhadap keluarga Raden Aryo.

Ada beberapa catatan yang perlu kukiritisi sih, hehehe. Film ini dari awal bersetting Jawa Timur tahun 1986. Aku masih penasaran sih , daerah mana ya, di Jawa Timur yang masih kental orang kayanya baik laki-laki dan perempuannya berpakaian jawa ningrat gitu, kirain itu hanya ada di kawasan Solo Yogya soalnya. Kemudian sosok dua satpam Japri dan Rojali yang diperankan Adi Bing Slamet dan Opie Kumis. 

La setingnya saja di Jawa Timur, tapi dua orang ini malah pakai bahasa Jakarta, elu guwe dan berbagai kosakata Jakarta. Telingaku sangat terganggu mendengarnya karena yam asak di Jawa Timur pakai bahasa dan aksen Jakarta. Yang benar saja. Atau bolehlah cari pembenaran, mereka berdua dianggap perantau di Jawa Timur terus bekerja menjadi satpam, tapi ya tetap tidak nyambung. 

Perantau-perantau yang saya kenal di Jawa Timur juga pada akhirnya mulai terpengaruh dari logat maupun bahasa, walau tidak akan bisa menghilangkan akses aslinya. Ini mungkin menjadi catatan untuk film Suzanna di masa yang akan datang agar dialog maupun peran ya benar-benar disesuaikan gitu, yah mungkin karena saya di Jawa Timur sih, bukan di wilayah lain, jadi terasa sekali bahasanya beda banget dengan yang saya gunakan.

Namun, kehadiran dua satpam ini memang sangat penting sekali untuk memecahkan suasana agar ada gelombang-gelombangnya begitu, ada bagian yang menghibur kocak, ada yang bagian drama, ada bagian horror, ada bagian gorenya, hehehehe. Selain dua satpam ini, maka kehadiran abang tukang baksonya juga ikonik sih, kalau biasanya kan ingat Suzanna ingat "bang, satenya bang. 1000 tusuk ya bang, wkwkwkkw) maka di film ini beli bakso 10 mangkok, eh 20 mangkok sih dan langsung habis wkwkwkkwkwkwk. Jadi antara horror dan kocak jadi satu.

kemudian adegan Suzanna disantet sebelum akhirnya meninggal. Entah kenapa bagiku kok terlalu cepat ya, dari yang dikerubungi ular, yang kedua kesedak rambut panjang, entah, bagiku kurang makjleb aja. Bukan berarti kurang horror ya, tapi kayak kurang aja, aku pribadi mengharapkan ada beberapa adegan lagi yang menunjukkan bahwa Suzanna sedang disantet sehingga pas dia ketemu dengan Surya dan mengatakan dia disantet itu jadi kayak kuat banget. 

Atau bolehlah kalau dua adegan saja , tapi atmosfernya dibuat lebih kerasa yang menunjukkan bahwa memang dia sedang disantet gitu. Itu belum aku rasakan. Nama Suzanna sendiri aku bingung, film aslinya apay a menggunakan nama Suzanna ya? mau bongkar-bongkar di youtube kok malas, wkwkwkwkw. Soalnya begini, seting tahun 1986 dan situasi di pedesaan, itu kayak gak mungkin sih ada orang tua yang memberi nama Suzanna kepada anak gadisnya. Kalau kondisinya di kota masih oklah masih ditemukan, tapi kalau di desa , susah banget aku melogika ada keluarga desa terpencil yang memberi nama Suzanna kepada anak perempuannya. Tapi ya sudahlah.

Adegan pembunuhan baik dari para dukun, keluarga Raden Aryo dan para centheng-centhengnya kok aku merasa terlalu kepanjangan ya? hihihihi selera juga sih ya. bagiku bagian ini kayaknya bisa di ringkas sih, dan dibangun suasana horror. Sepanjang adegan, aku merasakan adegan menyeramkan kok gak ketemu, atmosfernya beda dengan atmosfernya film Suzanna. Di sini , terutama bagian akhir lebih kayak adegan slasher atau bertarung yang , yah tidak ada nuansa horror sih. Padahal menonton film Suzanna yang dipikiran adalah adegan yang mistis dan menyeramkan, namun aku tidak menemukan aura sekuat itu di film ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline