Lihat ke Halaman Asli

Juan Karnadi

Always Be Helping, Caring, and Loving

Harus Proaktif Memberi

Diperbarui: 9 Desember 2019   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan saya sering mempertanyakan hal ini pada diri sendiri. "Sudahkah komunitas / organisasi sosial telah betul-betul hadir di tengah masyarakat kita?"

Ini tak terlepas pula dari betapa banyaknya persoalan sosial yang melanda bangsa kita. Sungguh, itu semua bisa terurai di tengah menjamurnya beragam Gerakan sosial.

Namun anehnya kehadiran komunitas / organisasi sosial masih belum banyak membantu permasalahan nyata di lapangan. Di dunia pendidikan saja masih kerap kita jumpai masalah kekerasan.

Data dari Badan Litbang Kemendikbud (2017) menunjukkan kesiapan anak didik kita dalam aspek sosial emosional berada di bawah 60%. Bahkan di provinsi Papua serta Papua Barat hanya mencapai sekitar 30% saja.

Sepertinya ada yang salah dengan kita. Tapi ini jelas menjadi urgensi bagi kita semua. Ya. Para stakeholder tak lagi bisa menjalankan komunitas / organisasi sosial dengan oritentasi sebatas seremonial. Harus proaktif memberi!

Dari Eventual Jadi Loyalitas

Bulan lalu (9/11/2019), saya mewakili komunitas Sedekah Buku Indonesia menghadiri gathering antar komunitas dari berbagai bidang yang diadakan platform campaign.com. Memang menyoal charity (amal) tak sebatas membuat kegiatan ataupun gerakan yang bersifat eventual saja. Arti charity sebenarnya jauh lebih dari itu.

Charity mesti kita maknai sebagai ketulusan serta kerelaan mengurusi dinamika satu atau lebih persoalan kehidupan di alam semesta ini. Dan acara berjejaring antar komunitas ini menjadi momentum yang menegaskan sekaligus menguatkan kembali visi tiap komunitas yang hadir.

Lalu kami semua diajak untuk mendengarkan kegelisahan dari tiap perwakilan komunitas yang hadir. Di sini, saya banyak menjumpai kegelisahan dari berbagai persoalan yang mereka hadapi: stigma masyarakat yang cenderung menghakimi, kesetaraan gender, pembiaran berlarut-larut kerusakan lingkungan, perlakuan dan hak penyandang disabilitas, dan sebagainya.

Tercermin betapa rendahnya kesadaran publik memberi ruang lebih bagi permasalahan-permasalahan yang memang kerap luput dari perhatian kita. Celakanya kita seringkali membiarkan diri terperangkap dalam perpspektif searah saja; dan bahkan lebih parahnya menyangkal kebenaran yang ada. 

Saya khawatir ini justru malah mengecilkan hati komunitas / organisasi sosial yang lain untuk ikut menyuarakan apa yang tengah mereka perjuangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline