Lihat ke Halaman Asli

“Mari Kitong Belajar Menghitung Karbon di Tanah Pu Sendiri”

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Semula pemahaman saya tentang karbon saya anggap sudah banyak, tetapi setelah mengikuti pelatihan ternyata masih banyak hal yang perlu saya ketahui.Harapan saya kedepannya perlu ada satu metode standar dalam mengukur karbon pada tingkat lahan maupun bentang lahan sehingga lebih mudah dipahami”-Yehezkiel (staf Dinas Kehutanan Provinsi Papua)

Kalimat itu seakan mewakili puluhan peserta yang ikut dalam ”Pelatihan dan Lokakarya Penaksiran Cepat Cadangan Karbon” region Indonesia timur pada tanggal 26-30 Oktober 2009 yang lalu di kota Jayapura, Papua.Pelatihan cepat penaksiran cadangan karbon di Jayapura merupakan pelatihan kelima yang dilakukan di bawah payung kegiatan ALLREDDI (Accountability and Local Level Initiative to Reduce Emission from Deforestation and Degradation in Indonesia) yang dibiayai Uni Eropa (EU).

Pelatihan di Jayapura dapat terlaksana atas kerja sama antara kantor Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah X , sebagai panitia pelaksana, dengan lembaga pelaksana kegiatan antara lain: The World Agroforestry Centre –ICRAF, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan (Ditjen Plan), Universitas Brawijaya (UB) Malang dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBPSLP) Bogor.

Salah satu tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia di wilayah Indonesia bagian timur khususnya Papua dalam memahami teknik pengukuran cadangan karbon di tingkat plot sampai pada tingkat bentang lahan di berbagai sistem penggunaan lahan.Metode yang digunakan adalah ”Rapid Carbon Stock Apraisal” (RaCSA) yang dikembangkan oleh ICRAF pada lahan mineral, sedangkan pada lahan gambut adalah metode yang dikembangkan oleh BBPSLP.Metode ini mengkombinasikan berbagai disiplin ilmu (tanah, ekologi, statistik, kehutanan dan penginderaan jauh). Pelatihan ini pada dasarnya memberikan peserta pengetahuan yang lengkap dalam menghitung cadangan karbon, baik dalam hal praktek maupun pemahaman.

Peserta yang ikut juga berasal dari berbagai latar belakang disiplin ilmu dan institusi baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi dari daerah Maluku, Papua Barat dan Papua.Dengan berbagai latar belakang yang berbeda terlihat proses pelatihan sangat hidup, baik pada saat praktek lapangan maupun di dalam kelas. Selain itu pelatihan ini mendapat dukungan dan tanggapan yang sangat positif dari pihak pemerintah propinsi maupun pusat, dengan dihadirinya pelatihan ini oleh beberapa pejabat kunci yang terkait.

Propinsi Papua adalah salah satu propinsi dengan tutupan hutan paling besar di Indonesia, dengan sekitar 85% wilayahnya masih ditutupi oleh hutan.Diperkirakan luas tutupan hutan di Papua masih ada sekitar 31,4 juta hektar yang terbagi ke dalam berbagai peruntukan kawasan (hutan produksi, hutan konservasi, hutan lindung dan areal penggunaan lain). Dengan luas hutan yang masih relatif luas, posisi Papua menjadi sangat strategis dan sangat berpeluang untuk mendapatkan berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim pada umumnya, dan skema kredit REDD pada khususnya.Di lain pihak, potensi lahan yang masih luas menjadikan Papua banyak dilirik oleh beberapa pemangku kepentingan untuk iklim investasi terutama di bidang petanian, perkebunan dan kehutanan.Salah satu tantangan perubahan lahan yang mendapat perhatian beberapa lembaga yang peduli lingkungan adalah konversi lahan hutan menjadi perkebunan skala besar terutama perkebunan kelapa sawit atau menjadi hutan tanaman.Konversi lahan terutama terjadi di kawasan gambut di bagian selatan Papua juga menjadi sorotan beberapa pemerhati dan lembaga bidang lingkungan.Pertambangan juga merupakan salah satu tipe perubahan penggunaan lahan yang signifikan di Papua.

Sejalan dengan jiwa dan semangat otonomi khusus yang diberikan kepada propinsi Papua, kewenangan di sektor kehutanan juga diselaraskan dengan dikeluarkannya peraturan daerah khusus (PERDASUS) Kehutanan No 21 tahun 2008 tentang pengelolaan hutan berkelanjutan dan No 23 tahun 2008 tentang hak ulayat masyarakat hukum adat.Kedua peraturan ini dibuat salah satunya dengan tujuan mengurangi terjadinya perubahan lahan dan menahan laju penurunan kualitas hutan dan lahan Papua demi tercapainya kesejahteraan masyarakat Papua.

Isu pengurangan emisi karbon di Papua akibat perubahan lahan bukan isu baru.Beberapa inisiasi dan bentuk-bentuk kerja sama dan kesepakatan (MOU) sudah dilakukan dan sudah ditandatangani antara pemerintah daerah dengan

beberapa lembaga.Kesepakatan dan kerja sama pengurangan emisi karbon di Papua diselaraskan dengan target pengurangan kemiskinan, perlindungan hak ulayat masyarakat atas sumberdaya alam, peningkatan tenaga kerja terampil dan mendorong peningkatan investasi di Papua.Beberapa contoh kebijakan yang dibuat dalam upaya pengurangan emisi karbon, diantaranya:


  • Mengakui dan menghargai sistem kepemilikan lahan

masyarakat terutama hak ulayat masyarakat adat


  • Mengeluarkan kebijakan larangan penjualan kayu bulat dari

Papua sehingga akan memberikan nilai tambah kepada

pemerintah daerah


  • Mengevaluasi perusahaan kayu yang tidak memberikan nilai

tambah kepada pemerintah daerah serta mengharuskan

pembangunan industri pengolahan kayu di Papua


  • Mempercepat pembangunan industri skala rumah tangga dan

hutan kemasyarakatan


  • Memperkuat kebijakan hukum di bidang kehutanan yang

berpihak kepada masyarakat lokal.

Disamping mengeluarkan kebijakan lokal yang berpihak kepada usaha-usaha pengurangan emisi karbon, pemerintah Papua juga menandatangai beberapa kerjasama dengan beberapa pihak terkait dengan isu pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan melalui rencana pembangunan demonstrasi aktiviti REDD, antara lain: dengan Flora and Fauna International (FFI), New Forest (Mamberamo dan Timika), WWF Indonesia dan Conservation International.Sayangnya semua kerjasama yang dibuat kurang tersosialisasi dengan baik sehingga hanya para pengambil keputusan yang mengetahui akan kerjasama tersebut. Disamping itu, bentuk kerja sama dan peran masing-masing lembaga yang terlibat tidak begitu jelas sehingga sampai saat ini belum terlihat kegiatan nyata dari kerjasama tersebut di tanah Papua, selain dari kegiatan penghitungan cadangan karbon di daerah Jayapura yang dimotori oleh WWF Indonesia

Apa yang harus Papua lakukan dalam menyongsong REDD?

Diskusi mengenai REDD tentunya tidak akan bisa terlepas dari data, metodologi, institusi dan kebijakan.Dari sisi kebijakan, pemerintah Papua sudah mengeluarkan beberapa peraturan daerah khusus dengan menginduk kepada peraturan yang lebih tinggi seperti Peraturan Menteri Kehutanan. Dari sisi metodologi dan kapasitas teknis untuk mengumpulkan dan menganalisa data dan informasi, pelatihan yang diselenggarkan di Papua merupakan pelatihan pertama kali yang pernah dilakukan tentang pengukuran cadangan karbon. Diharapkan dengan pelatihan ini akan tersedia tenaga-tenaga lokal dalam mengestimasi cadangan karbon dan juga pelatih atau nara sumber dari Papua yang bisa menularkan pengetahuannya kepada masyarakat yang lebih luas.Sebagai bagian dari suatu proses, tentunya pendampingan dan bantuan dari beberapa lembaga yang mempunyai kapabilitas masih dibutuhkan.

Pelatihan selama lima hari di kota Jayapura, dirasakan peserta masih kurang untuk menyerap semua materi yang diberikan.Pada sesi evaluasi para peserta hampir semuanya mengemukakan bahwa di Papua integrasi data di bidang sumberdaya alam masih sangat lemah.Untuk itu, perlu kiranya suatu koordinasi untuk mengumpulkan dan mengintegrasikan data yang sudah ada, mengidentifikasi gap dari data tersebut, dan menginisiasi usaha untuk mengisi gap, sehingga nilai ’baseline’ emisi di Papua bisa ditetapkan.Hal ini perlu untuk menegosiasikan skema yang akan diseujui bersama. Selain itu perlu didorong upaya pengumpulan data yang komprehensif sehingga membantu dalam menyongsong program REDD di masa depan.Data tutupan hutan, data cadangan karbon pada berbagai sistem penggunaan lahan, data kepemilikan lahan, sejarah kepemilikan lahan dan data sosial ekonomi masyarakat adalah beberapa data yang akan sangat diperlukan oleh masyrakat dan pemerintah Papua dalam menjalankan mekanisme REDD.

Rencana pembentukan kelompok kerja pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi (Task force REDD) Papua dalam waktu dekat ini adalah salah satu strategi yang tepat dalam menyongsong mekanisme REDD.Susunan tim yang akan tergabung dalam POKJA ini merupakan kumpulan putra daerah terbaik tanah Papua yang ahli di bidang masing-masing serta dibantu oleh para tenaga kaum muda Papua yang sudah mengikuti pelatihan pengukuran cepat cadangan karbon di Jayapura, demikian disampaikan bapak Noak Kapisa (Kepala kantor Badan Pemantapan kawasan Hutan wilayah X, Papua) dalam diskusi santai dengan penulis beberapa waktu yang lalu di Jayapura.

Sebagai propinsi yang mempunyai peluang besar dalam menjalankan skema REDD di masa yang akan datang, sudah selayaknya propinsi ini menitikberatkan strategi di beberapa bidang yaitu:

1.Merancang kegiatan prioritas dengan emisi karbon rendah serta biaya paling ekonomis

2.Memperkuat komunikasi dengan pemerintah pusat serta membuka kemungkinan kerja sama bilateral dan internasional sehingga memberikan lebih banyak pilihan kepada propinsi Papua

3.Memperjelas dan memfinalisasi rencana tataguna lahan propinsi dan mensosialisasikannya dengan kabupaten, distrik dan kampung

4.Melakukan pengukuran-pengukuran cadangan karbon di beberapa tempat di Papua baik di tanah mineral khususnya di tanah gambut

5.Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan

Pelatihan singkat penghitungan cepat cadangan karbon di tanah Papua diakhiri dengan lahirnya sebuah tantangan nyata bagi para peserta khususnya peserta dari tanah Papua akan kemandirian di dalam membuat kebijakan dan keputusandi dalam menyongosong mekanisme REDD di tanah Papua. ”Papua itu sangat kaya akan potensi sumberdaya alam khususnya kehutanan dan mempunyai potensi serta berperan penting dalam mensukseskan mekanisme REDD di Indonesia. Saya berharap banyak terhadap peserta dari Papua akan kontribusi mereka dalam menghitung cadangan karbon di tanah Papua”, demikian bapak Ir. Marthen Kayoi MM-Kepala Dinas Kehutana Propinsi Papua menjelaskan harapanya kepada penulis.

Semoga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline