Lihat ke Halaman Asli

Jons Manedi

SikolaLapau

Fenomena Politik Kontroversial

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kompasiana, 1 Desember 2014.

Sebulan lebih setelah  Jokowi-Jk resmi dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, walaupun banyak pihak yang meragukan keberlangsungan ceremonial penggukuhan jabatan itu, namun tepat pada tanggal 20 Oktober silam hajat fenomenal itupun berlangsung dengan meriah. Banyak pihak yang meragukan kemampuan Jokowi untuk memimpin Indonesia, bahkan tersiar kabar akan ada demo besar-besaran untuk menghambat pelantikan Jokowi sebagai presiden, tetapi semua hanya issu belaka, kenyataannya pasangan penguasa itu dengan mulus telah dikukuhkan oleh MPR sebagai Majelis tertinggi di negeri ini.

Selesai dengan pelantikan yang kontroversial itu tidak menjanjikan Jokowi bisa bekerja tanpa kritikan, kritikan pertama yang diberikan masyarakat adalah lambatnya Jokowi-Jk dalam mengumumkan susunan kabinet menteri yang akan membantunya dalam menjalankan roda pemerintahan untuk lima tahun kedepan. Keterlambatan ini dianggap Jokowi karena presiden berada dibawah tekanan kepentingan politik, sebagian pengamat memberikan komentar bahwa pemilihan para menteri adalah hak prerogratif presiden, jadi sejatinya presiden tidak perlu menghiraukan intervensi dari pihak manapun, seperti yang selalu digadang-gadang ketika kampanye bahwasanya Jokowi-Jk berjanji tidak akan ada bagi-bagi kursi menteri kepada koalisi partai pendukungnya. Kenyataannya tetap saja ada pembagian kue kekuasaan itu. Banyak pihak yang menuding  Kabinet Kerja Jokowi-Jk adalah politik balas jasa. Sebut saja beberapa nama menteri yang ketika kampanye begitu aktif memberikan support pada sang calon presiden. Bahkan tidak segan-segan merogoh kocek pribadi untuk menyokong keterpilihan sang jagoan di laga pilpres yang lalu. Belum lagi ketersediaan waktu, tenaga, pikiran bahkan mungkin keluarga yang dikorbankan demi sokongan itu. Jadi tidaklah heran ketika nama-nama itu muncul dalam susunan kabinet kerja pasangan presiden Jokowi-Jk seperti yang sudah diprediksi oleh beberapa pengamat politik kawakan negeri ini.

Kemudian persoalan Kenaikan BBM, tepat pada hari ke-28 Jokowi resmi sebagai presiden, beliau mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar  Minyak (BBM), bensin dari Rp. 6.500 menjadi Rp. 8.500, dan solar dari Rp. 5.500 menjadi Rp.7.500,  juga tak lepas dari kritikan. “Ketika kesejahteraan untuk rakyat dijadikan sebagai kedok untuk mengambil sebuah keputusan yang katanya “sulit dan berat”, mengingatkan kita kepada sebuah janji politik yang ketika terpilih akan membela kepentingan rakyat, akan memperjuangkan kesejahteraan rakyat, dulu berjanji tidak akan menaikan harga BBM dalam waktu dekat, tapi kenyataannya belum sampai 30 hari terhitung sejak Jokowi-Jk dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, BBM sudah naik, dan yang membuat miris Presiden dengan lantang mengumumkan kenaikan harga BBM disaat harga minyak dunia sedang mengalami penurunan.

Politikus Gerindra Fadil Zon mengatakan bahwa kebijakan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak akan berdampak pada kesengsaraan rakyat, masyarakat miskin akan meningkat, dan kenaikan BBM dinilai kurang tepat karena saat ini harga BBM dunia lagi turun. Kritikan terhadap kebijakan pemerintah menaikan harga BMM tidak hanya datang dari politik, akademisi, dan pengamat politik, jauh sebelum rencana BBM akan dinaikan ratusan mahasiswa di Makasar juga sudah menyampaikan kritikan lewat demonstrasi hingga mahasiswa dan polisi terlibat adu fisik, sampai hari ini pun mahasiswa masih melakukan demo menolak kenaikan harga BBM. Apa yang telah dan sedang dilakukan oleh politikus, akademisi dan pengamat serta mahasiswa adalah salah satu bentuk kontrol kebijakan politik pemerintah, dan kritikan terhadap keberlangsungan proses pembangunan pemerintah yang akan datang.

Lalu muncul pertanyaan, "apakah carut marut seperti ini yang diinginkan para penguasa negeri ini?", atau "apakah penghuni negeri ini hanya orang-orang miskin? Lalu dimana letak-nya rakyat yang ekonominya berada di level menengah? justru mereka inilah yang sekarang berada pada tingkat kegalauan hidup tertinggi, karena ketika kompensasi kenaikan BBM kemudian dikonversi pada BLT atau sebutan lain apakah mereka berhak mendapatkan? Jawabannya adalah : TIDAK, karena salah satu syarat penerima BLT adalah terdaftar dalam pendataan BPS, dan tentu saja mereka tidak ada dalam daftar itu karena mereka tidak dianggap miskin. Bicara tentang kenaikan gaji pegawai, buruh dan karyawan yang cuma minim persen, apakah sebanding dengan kompensasi kenaikan harga sembako dan kebutuhan lainnya?. Apakah ini yang disebut para penguasa demi kesejahteraan rakyat maka kenaikan harga BBM yang notabene dijadikan patokan harga kebutuhan harian layak dinaikan hampir 30%??. Malangnya negeri ini, kami rakyat Indonesia sebagai pemilik sah kedaulatan tanah ini malah diperbodoh oleh kepentingan penguasa.

Ini lah Indonesia yang penuh dengan “Fenomena Politik Kontorversial”.

Salam kebangkitan...........

== JsM ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline