Lihat ke Halaman Asli

Seharusnya Tak Ada Pesta Pora di Tahun Baru

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak ada yang menginginkan kecelakan Pesawat Air Asia itu terjadi, hingga keluarga, saudara, sahabat karib, menjadi korban. Sebut saja itu takdir dari Sang Maha Pencipta atau jadikanlah pelajaran yang mesti dibenahi nantinya. Ada yang menyalahkan Pilot yang tidak menghiraukan larangan, ada yang menyalahkan Awan Penghancur, saya rasa tidak perlu Itulah jalannya.

Duka terjadi diakhir-akhir penghujung tahun 2014. Sebentar lagi tahun berganti, tepat orang-orang di pantai, digunung, dilantai 2 rumah, dipekarangan, di Tv lokal menghitung mundur detik-detik pergantian tahun itu. Lalu biasanya berpesta merayakannya, membaca doa-doa tahun setelahnya atau bersyukur untuk tahun sebelumnya. Nyamankah kita berpesta pora dikala Duka masih menyelimuti Negara ini. ada yang bilang kita berbeda Ras, dari Sabang sampai Merauke, mempunyai banyak pulau yang memiliki banyak suku, hingga ada yang berpendapat duka itu dukamu bukan kami, lantas apa kita harus Membuang atau membuka Kata “Bhineka Tunggal Ika” yang digenggam burung garuda itu.?

Duka ini mengingatkanku denga tenggelamnya Kapal Acita III 18 Oktober 2007, Kala itu seluruh warga dikampunku dibangunkan, masih larut malam, warga berbondong-bondong menuju Kantor Koramil didekat kompleksku lalu mencatatkan nama-nama keluarga yang ikut dalam keberangkatan kapal Acita III. Sunyi mencekam semua berduka, semua bersedih., ke esokan harinya jenajah telah di evakuasi, dibawa kekampung halamanku, masih saja tetap sunyi, Tak ada siaran lain di Tv selain berita Evakuasi. Jenajah mulai diberangkatkan ke kampung halamanku. Dermaga menjadi lautan manusia. Ada yang menanti hal baik dan selebihnya harus berduka. Dermaga bagaikan dipemakaman terdengar bising suara tangis dari keluarga yang berduka.

Duka ini, adalah duka kita semua Warga negara indonesia, jumlah korban meninggal tak sedikit, puluhan bahkan ratusan, masih tegakah kita yang dianggap saudara Se Tanah Airnya Berpesta, Tertawa Gembira, dipergantian tahun nanti. Akan terlihat lebih baik jika tidak ada yang berpesta di penghujung tahun ini untuk menghargai mereka yang mengalami duka. Namun tidak semua orang berpikir demikian, semua mempunyai ego masing-masing yang bahkan melupakan perihal kemanusiaan itu sendiri.

Miris, aku bayangkan dentuman dan nyala kembang api memenuhi langit-langi Indonesia. ini bukan dentuman meriam yang dibunyikan di Upacara 17 agustus untuk mengenag Pahlawan-Pahlawan Kemerdekaan. Ini Dentuman Luapan Kegembiraan Mereka yang menyambut Tahun yang baru dan Dibalik itu Suara Tangis dan airmata bercucuran tak henti diwajah Mereka yang berduka, mereka yang berduka merasaka kegembiraan nyala kembang api itu tapi mereka yang menyalahkan kembang apai itu tidak merasakan duka yang mereka alami, mereka luap dalam kegembiraan sedangkan saudaranya Luap dalam duka.

Terserah, Itu hak dalam diri masing-masih, tak ada paksaan untuk saling merasakan perasaan. Tak ada paksaan, namun kita harus menghargai mereka yang berduka, janganlah menjadi Saudara yang menari-nari diatas Duka.

Selamat Membaca..!

Fajiry Lebo

31/12/14

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline