Jakarta masih akan menarik banyak orang untuk bekerja dan menetap. Kondisi ini juga patut menjadi acuan bagi Pemerintah DKI Jakarta untuk menetapkan kebijakan perumahan yang nantinya bisa menampung para pendatang ini.
Jumlah angkatan kerja Indonesia akan bertambah 8,69 juta orang hingga 2021. Pada Mei 2021 jumlahnya mencapai 139,81 juta orang dan meningkat menjadi 148,5 juta pada 2025. Jumlah yang patut menjadi perhatian pemerintah terkait kebijakan perumahannya, terutama di Jakarta yang merupakan tujuan favorit para pekerja muda.
Setidaknya, ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan perumahan tersebut. Ketiganya adalah:
1. Jakarta akan selalu mendapat tambahan penduduk baru
Jakarta dengan aneka fasilitas dan infrastuktur yang memudahkannya akan tetap menjadi magnet urbanisasi. PBB, melalui Department of Economic and Social Affairs Population Dynamics, menyatakan 56% penduduk Indonesia tinggal di kota pada 2020. Pada 2050 nanti, jumlahnya meningkat menjadi 73%. Artinya, semakin banyak orang yang akan tinggal di kota dan kebutuhan hunian juga akan meningkat.
2. Kaum muda membutuhkan pilihan jenis hunian yang variatif
Bicara tentang kaum muda (Millenials dan Gen Z) berarti bicara tentang kata kunci: cepat, simpel, fleksibel, dan lokasi strategis.
Kaum muda menyukai semua hal yang serba cepat dan simpel. Banyak pula yang mengutamakan untuk merasakan pengalaman ketimbang simbol pencapaian seperti memiliki rumah sebagai aset.
Pola pikir kaum muda saat ini juga sudah berubah dari yang orang tua mereka pahami. Kepemilikan rumah bukan lagi pencapaian utama utama dan satu-satunya cita-cita. Banyak dari mereka yang memilih mencari sebanyak mungkin pengalaman dengan berpindah tempat kerja, berpindah tempat tinggal, dan sekolah ke luar negeri.
Variasi hunian patut mempertimbangkan gaya hidup kaum muda mulai dari luasnya, lokasi, hingga status kepemilikan. Hunian dengan status hak milik menuntut pemiliknya untuk menetap dalam jangka waktu yang lama. Padahal, banyak orang muda saat ini yang memilih nomaden dan bekerja dengan berpindah
kota.
Itu sebabnya, penyediaan hunian dengan status hak sewa dengan masa sewa yang fleksibel sudah selayaknya mulai diperhitungkan pemerintah.
3. Menambah suplai hunian berarti pemanfaatan ruang yang optimal