Lihat ke Halaman Asli

Jakarta Property Institute

Non Profit Organization

Mewujudkan Jakarta sebagai Kota Kolaboratif

Diperbarui: 5 Mei 2021   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam pidato pelantikannya, Gubernur Anies Baswedan menyebut kata-kata kota kolaboratif sebagai salah satu visinya dalam membangun Jakarta. Sebetulnya, apa yang dimaksud dengan kota kolaboratif?

Definisi kota kolaboratif sederhana, yaitu "kemitraan antara sektor publik dan swasta untuk mewujudkan tujuan bersama". Kota kolaboratif sudah menjadi konsep di banyak kota, terutama kota-kota yang berada di negara maju.

New York melakukannya di bawah kepemimpinan walikota Michael Bloomberg. Pada kepemimpinannya, Ia melibatkan warga, organisasi non-profit, dan pebisnis untuk berpartisipasi dalam membentuk kebijakan kota. Sedangkan, Kota Singapura mewujudkan kota kolaboratif dengan mempermudah proses perizinan apabila pembangunan sudah sesuai dengan rencana kota.

Mendengar cerita di atas, sebagian orang mungkin akan berpikir, "Jakarta itu berbeda dengan New York dan Singapura!". Lantas, bagaimana caranya pemerintah bisa menerapkan konsep ini di Jakarta sesuai visi pak Gubernur?

 Memberi insentif kepada si taat hukum

Untuk mewujudkan visi ini, pemerintah DKI Jakarta tak perlu bersusah payah. Tak perlu membuat peraturan baru yang butuh bertahun-tahun atau menghilangkan peraturan yang biasanya akan menimbulkan perdebatan.

Sebagai permulaan, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sebenarnya bisa dilaksanakan sesederhana menghargai yang mematuhi peraturan. Contohnya, dengan memudahkan jalan bagi mereka yang selalu ingin mematuhi peraturan.

Sebagai arsitek, saya kerap kali kesulitan dalam mengurus izin bangunan. Secara logika, seharusnya proses perizinan bisa lebih mudah ketika saya mengikuti aturan pemerintah.

Nyatanya, pemerintah tidak pernah membedakan sang pendukung kebijakan kota dengan si pelanggar. Dalam mengurus izin bangunan, keduanya sama-sama mengalami kesulitan melalui proses yang bertele-tele.

 Lancarkan perizinan untuk mewujudkan kota kolaboratif

Saat ini, pengembang perlu melewati 17 tahap perizinan sebelum bisa membangun gedung. Dari banyaknya tahapan tersebut, banyak ketentuan-ketentuan repetitif yang membuat proses perizinan semakin panjang dan berbelit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline