Lihat ke Halaman Asli

Jakarta Property Institute

Non Profit Organization

Konsolidasi Tanah Solusi Housing-for-all di Jakarta

Diperbarui: 13 Januari 2021   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Penyediaan hunian terjangkau untuk masyarakat perkotaan masih menjadi perhatian internasional. Peringatan World Habitat Day bertema Housing For All: A better Urban Future jatuh pada tanggal 5 Oktober 2020. Di Indonesia, pemerintah merencanakan "penyediaan 100.000 unit hunian layak" untuk perumahan rakyat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Namun ternyata angka backlog perumahan di Jakarta mencapai 1,2 juta unit serta backlog nasional sekitar 7,64 juta unit. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah pusat berencana menyediakan 100.000 unit hunian layak. Tapi hunian layak dan terjangkau di perkotaan sulit disediakan dalam bentuk rumah tapak, atau landed houses. Karena mahalnya harga tanah, hunian tersebut harus dibangun secara vertikal dalam bentuk rumah susun atau apartemen.

Pembangunan hunian secara vertikal membutuhkan lahan yang besar. Tapi kenyatannya lahan-lahan di Jakarta luasnya relatif kecil. Kebanyakan lahan di Jakarta hanya mempunyai luas 200-500 m. Sedangkan rumah susun memerlukan lahan seluas 3.000 m -- 15.000 m. 

Dengan keterbatasan lahan yang ada, maka persil-persil tanah yang kecil harus dikonsolidasi terlebih dahulu agar ukurannya lebih besar. Setelah itu baru dapat dibangun rumah susun. Ini adalah jurus jitu untuk memudahkan penyediaan hunian layak dan terjangkau kepada masyarakat. Konsolidasi tanah untuk sesudahnya dibangun secara vertikal akan memberikan banyak pasokan hunian untuk mengakomodasi permintaan masyarakat Jakarta dan kota-kota besar lainnya. 

Konsolidasi tanah vertikal juga memberikan kesempatan kepada Jakarta menjadi kota mixed-use. Kota mixed-use adalah kota yang mempunyai kegiatan campuran di dalam satu kawasan atau bangunan gedung. Dengan membangun hunian vertikal, maka di satu bangunan gedung akan tercipta hunian, kegiatan perkantoran dan perdagangan. Sayangnya, penggunaan lahan di Jakarta cenderung masih didominasi single use. 

Saat ini konsolidasi tanah vertikal masih belum populer bagi masyarakat Jakarta. Masyarakat cenderung menolak skema konsolidasi tanah vertikal. Sebab, praktik yang terjadi sekarang belum ideal dan cenderung kontroversial. 

Kalau dilakukan oleh pemerintah daerah, konsolidasi tanah cenderung berupa penggusuran dengan atau tanpa ganti rugi. Sementara kalau dilakukan oleh developer swasta, konsolidasi tanah cenderung dilakukan dengan membeli putus dari masyarakat pemilik sebelumnya. Akibatnya masyarakat mendapat uang tapi kehilangan tempat tinggal di kota. Konsolidasi tanah yang dilakukan developer juga butuh waktu lama karena negosiasi harga dengan warga satu per satu.

Padahal banyak manfaat yang didapat oleh masyarakat jika ingin mengkonsolidasikan tanah mereka dan membangun struktur vertikal di atasnya. Salah satunya adalah masyarakat akan mendapatkan peningkatan nilai properti. Hal ini terjadi karena pengembangan akan menghasilkan luas lantai yang lebih banyak dan kualitas lingkungan yang lebih tinggi. Secara otomatis, pemilik lahan akan mendapatkan keuntungan dari penambahan jumlah lantai.

Agar keinginan konsolidasi tanah muncul dari masyarakat, setidaknya pemerintah daerah perlu melakukan tiga hal. Pertama, pro-aktif melibatkan masyarakat. Perlu tim fasilitator dari pemerintah yang terjun langsung ke masyarakat untuk melakukan sosialisasi dan memberikan informasi tentang manfaat konsolidasi tanah. Komunikasi yang berkesinambungan antara pihak penyelenggara atau pemerintah dengan masyarakat juga mutlak karena prosesnya berlangsung dalam beberapa tahap.

Sosialisasi juga diperlukan mengingat besarnya potensi konflik. Keterlibatan intensif masyarakat akan menghasilkan strategi yang tepat. Tiap proyek konsolidasi tanah vertikal membutuhkan business plan serta skema sosial dan lingkungan yang berbeda. Selain itu sosialisasi juga diperlukan untuk menjelaskan tentang keuntungan real bagi pemilik tanah kalau melakukan konsolidasi dan pembangunan ulang secara vertikal.

Kedua, pemerintah daerah memberikan insentif kepada masyarakat yang ingin mengkonsolidasikan tanahnya. Insentif tersebut berupa fleksibilitas Peraturan Zonasi dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip tata kota yang baik. Contoh fleksibilitas yaitu zona perumahan yang akan dikonsolidasikan bisa diganti menjadi zona campuran. Sehingga masyarakat bisa melakukan aktivitas seperti perdagangan dan jasa sekaligus tinggal di lahan tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline