Sabtu kemarin (13/4), ratusan massa berbadan tegap melakukan konvoi melintasi beberapa daerah di Belanda dengan mengendarai Moge (motor gede). Dengan berlapis jaket kulit hitam mereka memecah kesunyian kota menembus dinginnya udara. Deru knalpot Moge yang dimainkan oleh sang pengendara, seakan-akan ingin meruntuhkan bangunan-bangunan tua yang terletak di sebuah distrik.
[caption id="attachment_248075" align="aligncenter" width="408" caption="Foto: Konvoi RMS di Belanda (13/4/2013)"][/caption]
“Satudarah Maluku”, demikian nama yang digunakan oleh geng motor kebanggaan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) yang bermukim di negara kincir angin ini.
Konvoi Moge ini dilakukan oleh RMS di Belanda untuk memperingati meninggalnya Christiaan Robbert Steven Soumokil atau yang dikenal dengan Dr. Soumokil pada tanggal 12 April 1966. Dr. Soumokil dieksekusi hukuman mati setelah dalam persidangan terbukti memimpin pemberontakan dan menjadi Presiden RMS sejak 3 Mei 1950.
[caption id="attachment_248077" align="aligncenter" width="415" caption="Foto : Penduduk asli Belanda naik sepeda, pendatang (RMS) naik Moge"]
[/caption]
Bagi geng motor “Satudarah Maluku” di Belanda, Soumokil dianggap sebagai pahlawan nasional, lalu bagaimana dengan Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura), Martha Christina Tiahahu dan Sultan Baabullah (Sultan Ternate) ???
Bukankah Kapitan Pattimura, Martha Tiahahu dan Sultan Baabullah lebih tepat disebut sebagai pahlawan nasional ? Mengapa RMS tidak memperingati hari kematian Kapitan Pattimura, Martha Tiahahu dan Sultan Baabullah ?
Dari sini cukup jelas sudah, yang dianggap sebagai pahlawan oleh RMS adalah orang yang bisa menjilat Belanda, bukan orang yang berperang melawan penjajah Belanda maupun Portugis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H