Lihat ke Halaman Asli

Semoga Dalam "Real Count" Tidak Terjadi Kecurangan Agar Tidak Terjadi "People Power"

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Untuk sementara, saya selaku rakyat jelata dari Solo (Surakarta) mengucapkan selamat kepada Pak Jokowi-JK atas kemenangan (sementara) berdasarkan hitung cepat (quick count) dari berbagai lembaga yang --menurut saya-- bonafide, bisa dan layak dipercaya kredibilitasnya.

Sebagai warga negara yang taat aturan hukum, saya yakin Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla menaati aturan yang berlaku bahwa penetapan sah tentang menang tidaknya peserta pilpres adalah KPU. Pasangan Jokowi-JK akan secara sah dinyatakan menang kalau KPU telah selesai melakukan hitung real nanti dan perolehannya kurang lebih sama dengan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei antara lain KOMPAS, DETIK, LSI, dan RRI.

Ketika Fauzi Bowo (Foke) menelpon Jokowi dengan mengucapkan selamat atas kemenangan Jokowi dalam Pilgub DKI dua tahun lalu yang 'hanya' berdasarkan perhitungan cepat berbagai lembaga survei yg layak dipercaya, saya salut. Mengapa? Dalam debat terakhir, Foke terlihat keras menyerang Jokowi, tapi langsung bersikap ksatria, jantan, dan terhormat karena berani mengakui kemenangan lawan.

Tapi sekarang, dalam pilpres ini...? Okelah, pihak pesaing Jokowi-JK belum mengakui kemenangan Jokowi-JK dan meminta seluruh rakyat Indonesia untuk menungguk hasil hitung real KPU, dan itu normatif. Namun, meskipun normatif, apa salahnya mengakui keunggulan Jokowi-JK walau 'hanya' berdasar hitung cepat dari beberapa lembaga survei dengan menambahkan bahwa hasil resminya tetap menunggu real count KPU?

Lepas dari pesaing Jokowi-JK yang tidak mengakui keunggulan lawan, kita tunggu hasil resmi KPU. Kita berharap KPU tetap fair dan netral. Pihak pemerintah juga netral. Jangan sampai terjadi kecurangan dan pencurangan. Mengapa? Kalau sampai pihak-pihak yang netral berubah menjadi tidak netral, rakyat yang semula diam, bisa berubah menjadi tidak diam. Tidak diam-nya (mayoritas) rakyat yang kecewa karena yang menang dicurangi sehingga menjadi tidak menang, misalnya, bisa terjadi people power. Hal terakhir ini yang tidak kita harapkan....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline