Seorang Raja pernah berkata: ‘Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun sia-sia…Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian pun ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatu pun yang dapat dibawa dalam tangannya’
Beberapa waktu ini kita diramaikan dengan produk i-doser yang diterangai sebagai jenis obat bius terbaru. Sebagai mantan pengguna narkotika, saya merasa harus memberikan suara. Tapi suara bukan dalam bentuk i-doser tentunya. Saya yakin suara ini justru akan membangunkan kita yang sedang ‘terlena’ dengan obat bius dunia ini.
Menurut BNN, i-doser bukanlah jenis narkoba. Dan memang harus kita setujui, karena UU Narkoba Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, menitik beratkan tentang ‘Zat atau obat..’. sedangkan i-doser sendiri merupakan aplikasi suara yang mempengaruhi kerja otak. Saya sendiri tahu betul bagaimana dan seperti apa narkotika itu. Dan melihat penjelasan mengenai I doser melalui media social atau cetak, saya berpendapat bahwa I doser tidak bisa dikategorikan jenis narkoba.
Namun walaupun berbeda. Tetapi ada kesamaan yang substansial di dalamnya. Yaitu efek yang terjadi. Yaitu ketenangan jiwa. Saya mengutip BNN yang mengatakan: ’ …Namun dijelaskan BNN, tak dapat dipungkiri bahwa suara, nyanyian, atau gelombang suara dalam ritme tertentu mampu memengaruhi manusia secara emosional. Seseorang yang mendengarkan sebuah lagu dapat merasakan ketenangan dalam dirinya atau bahkan menjadi gundah dan gelisah, bergantung pada jenis musik apa yang didengarkan. Hal ini terjadi lantaran gelombang suara merangsang sel-sel saraf dan menghantarkannya ke otak. (http://tekno.liputan6.com/read/2340189/penjelasan-bnn-soal-narkoba-digital-i-doser).
Efek ini kemudian yang ditengarai juga kemudian dapat memberikan efek adiksi atau kecanduan pada pemakainya. Namun sadarkah bahwa ditengah-tengah perjalanan hidup kita ini, kita selalu ‘kecanduan’ pada apa yang kita anggap bisa memberikan ketenangan?
1. HarTA, TahTA, WaniTA (seks)
Tiga (3)-Ta demikian tagline yang sering kita baca. Uang, jabatan atau juga popularitas dan seks menjadi ‘candu’ hidup manusia. Kita terjebak di dalamnya. Alih-alih pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan keluarga, kita justru ‘terobsesi’ untuk menjadi kaya. Hingga cara apapun kita halalkan. Yang penting dapat duit! Korupsi merajalela. Orang-orang yang digaji puluhan bahkan ratusan juta setiap bulan, seakan tetap menelan ludah setiap kali melihat kesempatan untuk memperoleh lebih banyak lagi. Mereka selalu lapar, padahal baru saja makan.
Demikian juga dengan jabatan dan titel. Ini bisa menjadi ‘kosmetik’ yang indah hanya untuk sekedar menaikkan pamor dan kebanggan diri. Toko penjual sertifikat kelulusan – dari jenjang SMA hingga Profesor – tidak pernah sepi pembeli. Promosi-promosi kenaikan jabatan selalu harus diperlancar dengan upeti. ‘Wani piro..?’ Kalimat ini mewarnai berbagai pojok instansi baik swasta atau pemerintah. Alih-alih berjuang untuk menunjukkan suara prestasi dan kerja keras, uang kemudian justru lebih dipercaya dapat bersuara lebih keras.
Seks? Siapa yang tidak membutuhkannya? Pernikahan kadang hanya menjadi ‘wadah’ untuk melegalkan kehausan seks manusia. Rumah bordil, pijat plus-plus, bahkan ‘kawin kontrak’ menjadi alternatif pilihan untuk menghipnotis diri sendiri kepada ketenangan hidup. Wanita tidak lagi menjadi sosok Kartini yang bermartabat, sebaliknya menjadi ‘kupu-kupu malam’ yang menjadi aksesoris dunia. Menyedihkan!
Kita terbius dengan semua tawaran dunia. One Stop Entertainment. Hidup menjadi hampa dan kosong. Tak ada yang kita cari selain kenikmatan hidup. Hidup tanpa kehidupan. Kejadian itu baru ‘membangunkan’ kita dari buaian ‘idoser’ dunia ini. Kita terbuai dengan 3TA. Kita terbius dan hanya terbangun ketika musibah terjadi. Sakit menimpa, usaha bangkrut, atau kerabat yang meninggal. Hari ini ketika anda membaca artikel ini. Bangunkan diri anda! Siram wajah anda dengan air! Katakan pada diri anda ‘SADAR!!’. Lepaskan ikatanmu dari idoser dunia ini. Hidup anda berharga bukan karena apa yang anda miliki. Tapi Siapa yang memiliki anda.
2. Teknologi
Idoser adalah produk teknologi. Binaural beat demikian sebutannya, juga disebut dengan binaural tone, ditemukan oleh Heinrich Wilhelm Dove tahun 1839 yang kemudian booming pada abad 20. Binaural beat pada era itu digunakan untuk relaksasi, meditasi, kreativitas. Ya! Teknologi. Sejak abad ke-20 perkembangan teknologi sangat cepat. Saya sendiri lagir di tahun 70-an. Sehingga saya menjadi saksi mata bagaimana handphone yang berubah dari yang besar, lalu menjadi kecil, dan sekarang besar lagi. Dari nokia pisang, PDA, smartphone, dan sekarang iPad, Tab dan iPhone. Dari Akari, Nintendo, hingga sekarang multiplayer games. Dari menulis surat hingga email. Dari friendster hingga facebook, twitter, dll. Jaman berubah dan teknologi maju sangat pesat.
Namun sadarkah bahwa kita sekarang sedang dibius oleh teknologi? Saya pernah melihat sebuah keluarga yang duduk dalam sebuah restoran dan masing-masing sibuk dengan gadgetnya dan nyaris tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Mungkin mereka berbicara sebatas perkataan: ‘tolong ambilkan sendok..!’. Teknologi menjadikan anggota keluarga orang asing bagi anggota keluarga lainnya. Coba perhatikan gejala yang terjadi. Anak-anak jaman sekarang sudah memakai kacamata di usia yang sangat dini. Mengapa? Karena 8 dari 10 anak remaja bermain gadget sebagai ‘dongeng’ penghantar tidur mereka. Beberapa diantaranya bahkan ketiduran dengan games yang masih menyala.
Memang harus diakui kalau teknologi tidak semuanya buruk. Banyak hal yang sangat membantu kita. Termasuk artikel tulisan ini yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Terima kasih internet! Tapi ingat! Teknologi pun bisa menjadi ‘idoser’ bagi kita. Teknologi juga memberikan andil bagi turunnya moralitas. Teknologi membuka keran luapan budaya barat. Mereka datang bagaikan tsunami bagi bangsa kita. Media sosial seakan menjadi etalase bagi kebanggaan diri. Menjadi tempat untuk menunjukkan ‘eksistensi’ kita. Menjadi ruang bagi pelepas nafsu syahwat kita.
Kita terbius di dalamnya. Kita merasakan kenikmatan saat tangan kita mengenggam gadget kesayangan kita. Saking nikmatnya, kita tak pernah lagi mengenggam tangan anak, istri, atau suami kita. Kita merasakan kenikmatan saat mata kita menatap televisi dan computer hingga lupa menatap wajah orang yang kita sayangi. Kita merasakan kenikmatan saat telinga kita penuh terisi oleh earphone dengan suara-suara merdu hingga tak pernah bisa mendengar suara Tuhan yang ingin menyapa kita. Kadang teknologi bisa merampas hidup kita.
Hari ini ketika anda membaca artikel ini. Bangunkan diri anda! Siram wajah anda dengan air! Katakan pada diri anda ‘SADAR!!’. Lepaskan ikatanmu dari idoser dunia ini. Banyak orang menanti genggaman tanganmu dan tatapan matamu. Lepaskan ‘earphone’-mu sekarang! Karena Tuhan sedang ingin berbicara denganmu…