Lihat ke Halaman Asli

Berhentilah 'Menjual' Anak Anda (Part 2)

Diperbarui: 23 Oktober 2015   14:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskusi keluarga ini cukup alot. Konon suami istri ini saling mengajukan keberatan. ‘Kalo saya gak kerja, terus saya ngapain?’ Sang istri bertanya. ‘Maksudnya?...’Bukankah nanti kamu akan cukup sibuk dengan merawat anak ini? Kalau kamu juga bekerja siapa yang jaga anak…?’sahut sang suami. ‘Tapi saya gak tahan kalo setiap hari seperti ini. Bete!’ Sang istri melanjutkan. ‘Ya, terserah kamu sih. Kamu pilih anak atau bekerja..’. Sang suami mengakhiri percakapan malam itu.

Mungkin kira-kira begitulah bunyi percakapan sebuah keluarga baru. Terdengar ‘familiar’?. Mungkin ya, mungkin juga tidak. saat sang buah hati lahir, pergumulan pun semakin berat. Pilihan sangat sulit. Sang suami merasa tugasnya hanyalah menghasilkan uang untuk ‘dapur’ keluarga. Dan menyerahkan tugas menjaga anak kepada istri. Sebaliknya sang istri merasa jaman ini tidak seperti jaman dulu yang tugasnya hanya di rumah.


1. Kuperlu Hadirmu…

‘Pah, kalo saya kerja, saya bisa dapat uang. Uang itu bisa kita pake untuk sewa babysitter, dan sisanya bisa kita tabung untuk sekolah anak-anak nanti..lumayan khan?’ atau…

‘Saya kerja online kok! Kan bisa sekalian jaga anak-anak dirumah..nanti kita bisa panggil guru les ke rumah untuk anak-anak..’.. atau…

‘Kita titip aja anak-anak ke rumah mamah ya. Saya yakin anak-anak senang dengan neneknya’. .. ‘pulangnya kita bisa gantian jemput’ atau…

‘Sekarang kan ada jasa penitipan anak…!’ ‘bagus kok!’ ‘anak kita bisa punya banyak teman sambil belajar juga,…’

Suara itu kerapkali muncul dalam interaksi dengan beberapa keluarga muda. Beberapa pasangan orang tua akhirnya memilih salah satunya atau keputusan yang lain. Apa ada yang salah dengan keputusan itu? Tentu tidak! Saya sadar kita butuh uang.
Hari-hari ini sulit sekali membentuk kelurga ideal. Hal itu bak mimpi di siang bolong. Dan isunya lagi-lagi kebutuhan. Kita butuh uang.

Tapi pernahkah kita berhenti sejenak dan merenungkan apa yang akan terjadi di kemudian hari? Ya! Setiap keputusan pasti ada resikonya. Dan sayangnya, anaklah yang harus menanggung resikonya.
Beberapa anak berubah menjadi ‘anaknya mba/mbo’ (panggilan untuk babysitter).

Saya teringat kisah ketika seorang anak menjadi sakit saat suster yang biasa menjaga dia harus pulang kampung. Begitu sedih dan kehilangannya anak itu sehingga anak ini sakit. Beberapa anak memeluk suster mereka dengan erat saat sang ayah sibuk dengan Handphone-nya. Anak-anak lainnya justru memilih digendong kakeknya kala mengantuk dan menolak digendong oleh ibu mereka sendiri. Ibu yang melahirkan mereka.

Drama ini tidak berakhir disana. Drama seorang anak berteriak-teriak dan menangis memohon agar papahnya tidak pergi terus menjadi kisah sinetron yang tak pernah berakhir. Dalam drama lain terlihat seorang Papah harus berbohong dan berpura-pura mengambil barang di mobil agar dapat melepaskan genggaman anaknya dan ia dapat pergi. ‘Pah, pergi lagi?’…’Ma, kapan papah pulang?’ ‘Ma, adek kok main sama mba terus, kapan adek main sama mamah?’…

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline