Lihat ke Halaman Asli

Joy Gloria Irahay Karetji

Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana

Perang, Cinta dan Takdirku

Diperbarui: 12 Oktober 2024   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wahai rembulan yang pudar. Jenguklah kekasihku! Ia tidur sendirian hanya berteman hatinya rindu. Aku Anna Salvatore seorang gadis yang berasal dari Italia yang berumur 20 tahun. Kata orang-orang terdekatku aku sangat senang untuk menolong, sampai aku pun rela untuk melakukan segala sesuatu untuk orang yang kutolong karena menurutku itu adalah wujud dari kasih.

 

Pada tahun 1939, aku bertemu seorang prajurit yang gagah pemberani dan murah hati. Pada saat itu aku bekerja sebagai perawat di markas Jerman yang merupakan markas terbesar di Eropa pada saat Perang Dunia II, yang dimana markas tersebut menjadi tempat untuk prajurit-prajurit yang terluka akibat perang. Suatu pagi yang cerah saat aku keluar dari ruanganku untuk bersiap-siap bertugas, tibatiba ada seorang perawat yang berlari dari sebuah lorong dan menghampiriku dan berkata "Ada seorang prajurit yang terluka dan segera membutuhkan pengobatan, bantulah prajurit itu karena ada pasien lain yang harus ku urus!". Lalu akupun bertanya "Dimanakah prajurit itu di tempatkan?", "Prajurit itu berada di bangsal V deretan ke-dua di bagian ujung kanan" jawab perawat itu secara tergesa-gesa. Akupun segera berlari ke tempat yang telah diberitahukan rekanku itu dan menemukan prajurit tersebut lalu mengobatinya. Sambil mengobatinya aku bertanya "Siapakah namamu dan darimana kamu berasal?", jawabnya "Namaku Lorenzo St.John panggil saja Enzo. Aku berasal dari Spanyol dan di adopsi oleh keluarga St.John yang berasal dari Inggris, tetapi aku bersama keluargaku bermukim di Spanyol". Itulah kalimat yang mengawali percakapan kami, tanpa sadar kami sudah bercerita selama 1 jam lebih dan akhirnya aku kembali ke ruanganku dan Enzo kembali ke tempat dimana prajurit lainnya berada. Saat aku berjalan menuju ruanganku ada seorang prajurit yang datang mengahampiriku dan memberikan sepotong kertas yang berisikan pesan "Senang untuk bertemu denganmu dan tak sabar untuk menceritakan kepadamu tetang banyak hal", aku berdiri sambil tersenyum malu membaca sepotong kertas tersebut. Semenjak itu aku dan Enzo selalu melakukan segala sesuatu bersama-sama, seperti membantu prajurit-prajurit yang terluka, pergi ke ruang makan, duduk di bawah pohon sambil membaca buku. 

 

Enzo adalah seorang prajurit yang gagah berani, baik hati, tidak sombong, bertanggung jawab, penyayang, jujur, humoris namun kadang juga ia sangat menjengkelkan dengan sikapnya yang suka jahil menggangu orang lain. Menurutku dia adalah orang pertama dari sekian ribu orang yang berada di markas ini yang dapat membuatku tersenyum lebar dan tertawa semenjak awal perang dimulai.

 

Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa Enzo dan aku sudah berteman selama 2 tahun. Pada suatu sore saat aku dan Enzo sedang duduk membaca buku di bawah pohon cemara besar yang ada di dekat markas kami, tiba-tiba Enzo melihatku dengan tatapan yang dalam, yang mengartikan banyak sekali hal yang tak bisa ku tebak dan berkata kepadaku "Maukah kamu menghabiskan sisa hidupmu denganku?" tanyanya dengan suara yang tegas, "Kita bisa memulai hidup yang baru di mana saja yang kamu mau, kita bisa menjelajahi Eropa bersama ataupun membangun keluarga baru di Spanyol! Semuanya itu terserah padamu, yang aku inginkan hanyalah satu, yaitu selalu bersama denganmu!" katanya dengan penuh keyakinan. Dalam pikiranku hanya ada satu alasan yang membuatku sangat takut, Enzo tak mengetahui tentang masa laluku yang begitu kelam. Aku terdiam selama beberapa menit dan akhirnya aku menceritakan masa laluku padanya dan dia mengira kalau aku sedang bercanda, akupun menunjukkan buku harianku yang berisi tentang segala sesuatu yang terjadi dalam hidupku. Enzo hanya diam dan tak mengeluarkan sepatah katapun, sampai akhirnya aku berkata "Ayo kita kembali ke markas untuk beristirahat dan mungkin kamu bisa membaca buku harianku dan berpikir lebih jernih", lalu kami berdua kembali ke markas dengan diam tanpa berbicara apa-apa tidak seperti biasanya. Keesokan harinya kami berdua bertemu kembali di samping gedung perawatan tempat dimana aku bekerja, dengan penuh keyakinan Enzo tersenyum dan kemudian berkata kepadaku "Aku akan menerimamu apa adanya, walaupun masa lalumu yang kelam, jahat bahkan tidak berperikemanusiaan, karena aku tahu bahwa itu bukanlah perbuatanmu melainkan iblis yang ingin menyakit orang lain yang merasukmu". Lalu, saat aku mendengar perkataannya itu tak sadar aku meneteskan air mata karena walaupun dia telah mengetahui masa laluku Enzo tetap ingin bersamaku dan aku tahu dan sadar bahwa dia adalah orang yang sangat aku cintai dan orang yang tepat untukku. 

 

Dan akhirnya pada akhir tahun 1941 Enzo dan aku resmi menjadi sepasang suami dan istri. Setelah itu kami dipindahkan ke salah satu markas besar yang berada di Spanyol, saat mendengar hal itu Enzo dan aku sangat senang karena itu berarti kami bisa bersama-sama kembali ke tempat yang kami cintai, karena leluhurku berketurunan Italia yang tinggal di Spanyol dari 700 tahun yang lalu, dan sudah sangat jelas bahwa aku orang asli Italia yang lahir dan besar di Spanyol, sedangkan Enzo yang berdarah Spanyol namun dibesarkan di Inggris, sehingga dengan ditugaskan di Spanyol merupakan kegembiraan bagi kami berdua. Kami sangat tak sabar untuk bertemu dengan keluarga kami, dengan demikian kami dapat memberitahukan tentang segala sesuatu yang sudah terjadi beberapa tahun belakangan ini. Dengan segera Enzo dan aku menyiapkan barang-barang yang akan kami bawa dan langsung menuju ke lapangan terbang untuk kemudian naik pesawat yang akan menerbangkan kami ke sana. Sesampainya di sana kami langsung menuju ke markas dan oleh petugas di situ kami diantar ke ruangan kami masing-masing. Setelah membereskan barang-barang di ruangan yang sudah disiapkan dan kami langsung bersiap-siap untuk bekerja. 

 

Di tengah kesibukan kerja, kami berusaha mengatur waktu agar kami dapat pergi untuk mengunjungi keluarga kami dan saling memperkenalkan diri kami kepada keluarga kami masing-masing. Keluarga kami sangat terkejut karena kedatangan kami tanpa pemberitahuan kepada mereka, mengingat perintah mendadak yang diberikan untuk pindah ke Spanyol sehingga kami tidak sempat mengirimkan kabar kepada keluarga kami masing-masing akan kepindahan kami ke Spanyol saat itu. Ada hal lain yang kami ketahui dengan mengunjungi kerluarga kami, kami dapat melihat keadaan sebagian dari mereka yang sangat memprihatinkan sehingga beberapa kali kami memberikan obat-obatan kepada keluargaku dan keluarganya Enzo, karena mengingat situasi dan kondisi yang belum stabil pada saat itu di Spanyol sehingga adalah perlu untuk menyimpan stok obat-obatan yang sekiranya dibutuhkan tanpa harus keluar rumah untuk mendapatkan obat-obatan yang diperlukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline