PROVINSI Lampung sebagai daerah yang kaya akan budaya dan produk lokal. Salah satu wastra tradisional, Tapis, dikenal dan berbagai turunannya dapat dikembangkan darinya.
Berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat ibu kota Lampung atau Kota Bandarlampung, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke sana. Ada sebuah desa yang hampir sebagian besar penduduknya bisa menganyam benang emas ke dalam sastra tradisional Lampung.
Kampung Tapis sendiri terletak di Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran yang merupakan satu-satunya Kampung Tapis yang telah disahkan Pemerintah Daerah pada 25 April 2018.
Pada daerah tersebut, tidak hanya kaya akan potensi bahari, melainkan juga memiliki destinasi wisata budaya yaitu Kampung Tapis yang terletak di Desa Negeri Katon. Keunikan dan identitas daerah ini dapat dilihat dari kegiatan dominan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat terkhususnya kaum hawa mulai dari anak-anak hingga dewasa yaitu menenun tapis di halaman teras rumah masing-masing.
Kain tapis di Desa Negeri Katon ini merupakan khas Pepadun, dan di Lampung sendiri ada dua kabupaten yang memproduksi tapis yaitu Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten Pesisir Barat
Berbeda dengan tapis yang di hasilkan di Negeri Katon ,tapis yang di hasilkan di Negeri katon adalah tapis dengan jenis abung,sedangkan tapis yang dihasilkan oleh pesisir barat di sebut tapis pepadun.
Negeri Katon mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Lampung sebagai desa penghasil Tapis. Dan tetap tegar menghadapi perubahan jaman, mengikuti adat istiadat terutama menggunakan bahasa daerah dan pembuatan Tapis untuk setiap wanita di desanya.
Sejak tahun 1980, ibu-ibu desa Negeri Katon memang menjadikan Tapis sebagai kegiatan rutin dan biasa dilakukan di setiap rumah, namun belum menjadikannya sebagai mata pencaharian. Seiring berjalannya waktu, para wanita desa mulai terlibat dalam berbagai kegiatan lain yang lebih berkontribusi agar setiap warga yang ada di desa Negeri katon dapurnya tetap mengepul untuk mencukupi sandang dan pangan warga dalam desa tersebut.
Ketakutan akan kehilangan rutinitas yang dipraktikkan secara turun-temurun oleh warga yang ada didesa tersebut dan kehilangan keterampilan penduduk desa menempatkan Tapis di Lampung ketika Bu Redawati, seorang perempuan dari Katonimaa (Sebuah desa di Lampung), ia mencoba menghidupkan kembali penciptaan Tapis oleh penduduk desa di sana pada tahun 2014.Dengan impian untuk mengembangkan tempat kelahirannya menjadi sebuah desa pusat budaya, ia mencoba mengkoordinir para wanita desanya untuk membuat kain Tapis secara bersama-sama kembali menjadi brand "Tapis Jejama", sebuah brand yang dapat diartikan sebagai Tapis Bersama.
Sejak 1980, banyak perempuan di desa membuat karpet, tapi hanya paruh waktu.