Lihat ke Halaman Asli

Ario P

Pelajar

Desa Buntu: Keistimewaan Multi Agama di Wonosobo

Diperbarui: 22 Mei 2024   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Pada tanggal 3 Maret 2024, penulis dan rekan-rekan sesama angkatan Kelas 10 Sekolah Menengah Atas(SMA) Global Prestasi melakukan pemberangkatan awal dari Sekolah Global Prestasi dalam rangka kegiatan "Local Immersion", atau yang kerap disebut dengan "Live In". Kegiatan ini mengharuskan siswa, siswi, dan peserta lainnya hidup berdampingan dengan penduduk wilayah yang dituju. 

Pada kesempatan ini, SMA Global Prestasi memilih untuk melakukan "Local Immersion" di Desa Buntu di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Rangkaian kegiatan membentang empat hari, dan meliputi kegiatan mengajar anak-anak sekolah dasar setempat, pembersihan desa, penjualan baju, membantu posyandu, berladang, dan pertunjukkan seni. 

Dari 265 kelurahan dan desa di Wonosobo, Desa Buntu memiliki suatu keunikan, yaitu luasnya keberagaman agama yang ada dalam penduduknya. Bahkan, penduduk dari hampir semua agama yang diakui oleh Indonesia bisa ditemukan di Desa Buntu.  

Walaupun berbeda agama, penduduk setempat hidup bersama tanpa memandang perbedaan mereka sebagai suatu permasalahan. Desa ini pun dilengkapi dengan vihara, gereja katolik, masjid, dan mushola yang terletak berdekatan satu dengan yang lainnya.

 

Tempat ibadah, seperti yang telah disebut, merupakan bagian dari lembaga agama. Lembaga agama merupakan suatu  lembaga sosial, yang menurut sosiologis Soerjono Soekanto merupakan "himpunan norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat". Selain itu, menurut sosiologis mile Durkheim, agama adalah "suatu sistem kepercayaan dan praktik terpadu yang berkaitan dengan hal-hal suci". Dengan itu, lembaga agama dapat diartikan sebagai suatu badan yang menopang dan mempertahankan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 

"Desa Buntu itu desa Bhineka Tunggal Ika," ujar Bapak Tudari, salah seorang warga Desa Buntu yang beragama Islam.

Percampuran agama pun mengakibatkan percampuran budaya. Selain bekerja sebagai seorang petani, Bapak Tudari kerap terlibat dalam pertunjukkan barong di Desa Buntu. Di atas tari lengger dan kuda lumping khas Wonosobo, pertunjukkan barong yang dilakukannya bersama dengan teman-temannya menghiasi berbagai acara-acara khusus di Desa Buntu. 

Salah satunya adalah pawai mengelilingi desa dalam rangka menyambut acara "khataman Al-Qur'an" yang diselenggarakan oleh masjid setempat. Menurutnya, tari barong menyampai Desa Buntu dari ajaran klenteng di luar Desa Buntu yang dibawa ke dalam desa oleh penganut-penganutnya.

Dok. pribadi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline