Lihat ke Halaman Asli

Kamera Kehidupan

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pelajaran kehidupan itu ternyata ada di mana-mana. Kita bisa belajar tentang kehidupan di darat, di laut, dan bahkan di angkasa sekalipun. Maka tiadalah sia-sia Allah SWT menciptakan dunia dan segala isinya ini, sebab segala ciptaan-Nya ini adalah ilmu, pengetahuan, dan pelajaran bagi kita.
Demikian pula segenggam episode perjalanan hidup kita ini, Allah jadikan pula sebagai jalan bagi pelajaran dan pengetahuan bagi kita. Sebuah pelajaran berharga penulis sendiri misalnya bisa jadi adalah pelajaran berharga bagi pembaca sekalian.
Mengantar anak berangkat sekolah di Shengli Elementary School di Tainan sudah menjadi rutinitas dengan berkendara sepeda motor. Karena terburu-buru anak pertama kami lupa menggunakan helm dan kami tetap berangkat ke sekolah. Tidak diduga beberapa hari kemudian petugas pos mengantarkan sepucuk surat yang isinya adalah foto dan tagihan atas pelanggaran lalu lintas lengkap dengan tanggal kejadiannya.
Para pembaca yang budiman, mungkin kejadian seperti ini sering dan bahkan teramat sering kita alami. Mungkin di Indonesia kita belum pernah menerima surat tagihan disertai bukti pelanggaran kita, tapi di Taiwan tagihan atas pelanggaran seperti ini sudah lumrah. Inilah pelajaran kehidupan yang kita dapatkan di Taiwan.
Pernahkah kita memikirkan bahwa episode kisah seperti ini sebenarnya terjadi setiap detik dalam kehidupan kita. Bahwa kehidupan kita ini sesungguhnya tidak pernah lepas dari pengamatan sebuah kamera. Itulah kamera kehidupan. Kamera ini merekam apa saja yang kita lakukan mengikuti putaran waktu (real time). Lebih mutakhir lagi bisa juga kita katakan ada rekaman video dari setiap detik kehidupan kita.
Masya Allah, kamera kehidupan atau video kehidupan kita ini kelak akan menjadi saksi atas perjalan amal kehidupan kita. Kita tidak bisa mengelak untuk membayar lunas atas setiap pelanggaran yang pernah kita lakukan selama hidup di dunia. Semakin sering kita melakukan pelanggaran, maka dapat dipastikan kita akan menjadi orang yang merugi (defisit) dalam amal kehidupannya.
Pembaca yang dimuliakan Allah, sesungguhnya jiwa kita ini senantiasa dalam pengawasan. Menurut As Syahid Sayyid Quthb dalam tafsirnya, "Setiap jiwa memiliki penjaga yang diperintahkan Allah mengawasinya." Sebagaimana difirmankan Allah bahwa "Tidak ada suatu jiwa (diri) pun melainkan ada penjaganya." (QS Ath-Thaariq, 86: 4).
Dalam pengantarnya atas tafsir Surah Ath-Thaariq, Sayyid Quthb seakan menyentakkan lamunan kita, "Bangunlah! Sadarlah! Lihatlah! Perhatikanlah! Pikirkanlah! Renungkanlah bahwa di sana ada Allah, rancangan, dan pengaturan! Syahdan, juga ada ujian, tanggung jawab, hisab atau pemeriksaan dan pembalasan, serta azab yang pedih dan nikmat yang besar!"
Sayyid Quthb dalam menafsirkan QS 86: 4 mengatakan bahwa dalam ayat ini ada penegasan yang sungguh-sungguh, bahwa tidak ada satu pun jiwa melainkan pasti ada penjaganya yang mengawasi, menghitung, dan menjaganya. Manusia tidaklah dibiarkan bebas tanpa pengawas dan tidak dibiarkan melakukan apa saja tanpa pengawas. Manusia selalu disertai pengawasan dan penilaian yang amat cermat secara langsung dan akan dihisab sesuai dengan pengawasan yang cermat dan langsung ini.
Kamera kehidupan kita selalu merekam bukti-bukti perbuatan kita, tak ada yang luput. Maka di saat kita sendiri, tak ada orang lain, tak ada hansip dan polisi, kamera ini tetap merekam dan kelak akan menjadi bahan pertanggungjawaban (hujjah) atas perbuatan kita. Kata Sayyid Quthb, "Di sana ada penjaga yang membelah semua tutup dan menembus semua tabir, sebagaimana bintang yang cahayanya menembus tirai malam yang menutupi."
Pembaca sekalian, marilah kita melakukan deposit amal kebaikan dalam setiap detik kehidupan kita yang selalu dalam intaian Paparazzi dengan kamera kehidupan yang merekam setiap kebaikan dan kesalahan kita. Jangan biarkan kamera kehidupan ini merekam kesalahan lebih banyak daripada kebaikan, sehingga kita menjadi manusia yang defisit atau merugi. Wallahu a'alamu bishawab [afa].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline