Lihat ke Halaman Asli

Diskusi Penting Tapi Aksi Lebih Penting

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Siapa bilang diskusi itu tidak penting? Penting dong!!!

Solusi suatu permasalahan bisa muncul dari diskusi, misal diskusi tentang kompleksitas, dilema dan tantangan pendidikan Indonesia. Tetapi diskusi itu bisa menghabiskan energi dan waktu. Bukankah lebih baik kita mengerahkan tenaga dan pikiran ke hal yang produktif?

Kita secara bersama-sama harus mencari solusi dan berbuat sekecil apa pun yang kita bisa! Menyalahkan itu gampang bangetlah. Tapi berbuat itu sulit!!!

Kedua pandangan di atas masuk akal ya teman. Untuk mendalami fenomena ini, saya mencoba menampilkan percakapan dua individu tentang masalah di atas. Semoga pembaca bisa mengambil pelajaran dari percakapan mereka.

Sebutlah kedua sosok itu adalah Indah dan Bersih. Keduanya sahabat baik tapi sering berbeda pandangan. Keduanya alumi pendidikan matematika S1 dan berprofesi guru. Silahkan simak percakapan sekitar 7 menit berikut.

Indah :  Kacau banget deh pendidikan Indonesia. Bersih, sudah baca belum berita tentang nilai PISA Indonesia yang terendah!

Bersih   :               Apa itu?

Indah :  Itu loh, tes komparasi Internasional. Tes itu dirancang untuk mengukur tingkat kesiapan para siswa menghadapi masa depannya. Hasil tes yang tinggi mengindikasikan bahwa seorang anak berpeluang sukses di masa depannya karena berarti dia punya bekal yang cukup menghadapi masa depan yang tidak bisa diprediksi saat ini. Tes itu menguji apakah anak bisa memahami informasi atau masalah, menganalisis, membuat generalisasi, memahami data yang disajikan dalam representasi yang berbeda. Ya, gitu-gitulah. Butir soalnya tuh, bukan soal yang mengandalkan ingatan atau soal menerapkan rumus yang sederhana. Bahkan kabarnya soal PISA loh kadang-kadang multidisiplin. Misalnya, soalnya tentang matematika tapi ceritanya tentang lingkungan hidup atau soal ekonomi.

Bersih   :               Ya, kalau begitu pantaslah rendah. Wong anak-anak di sekolah kan tidak diajari hal yang demikian. Dulu kan kita diajar waktu kuliah oleh Bu Sitti. Namanya assessment tuh, tujuan, proses pembelajaran, maupun asesmennya harus sejalan, harus berhubungan kuat. Jadi ingat deh sama Bu Sitti. Aku suka tuh sama dosen itu. Tidak kejam, ramah sama mahasiswa. Cuma kalau membimbing skripsi lumayan susah. Pertanyaannya banyak banget tuh, bikin saya harus banyak membaca. Jadi kangen deh sama Bu Sitti.

Indah :  Kalau saya sih, yang kuingat tuh, kalau kita ujian. Ngeri deh dengan ancamannya. Katanya kalau kita nyontek tak ada ampun. Dia tuh bilang lebih suka mahasiswanya dapat nilai rendah tapi jujur dari pada nilai tinggi hasil nyontek. Kalau rendah, dia masih mau ngasih ujian ulang. Tapi kalau nyontek bakal tak lulus. Menakutkan! Makanya tuh, kalau Bu Sitti yang ngasih ujian, saya tidak berani. Dia aktif loh berbagi tulisan di FB. Makanya, Bersih join dong di Facebook. Bikin FB lah. [Indah dengan ekspresi mendesak]

Bersih   :               Iya tuh, di sekolah orang banyak ngobrol tentang FB. Katanya bisa diskusi, bisa ketemu teman lama, ngobrol, malah kudengar ada yang tengkar gitu! Siswaku juga tuh nanya, “Bu, nama Facebook Ibu apa?” Malas ah. Kerjaanku banyak. Lagian aku tuh tidak suka banget, ada guru yang sambil ngajar, juga FB an. Maklum HPnya canggih, jadi bisa FB an. Anak disuruh kerja soal matematika, eh, dia FB an. Pasti kalau Bu Sitti yang gitu tuh bakal marah. Ingat waktu kita kuliah dulu. Pertemuan pertama bikin kesepakatan tak boleh pakai HP. Di depan kita, dia tunjukkan kalau dia matiin HP. Katanya, itu salah salah satu cara menghargai peserta didik. “Kalau urgen banget, ijin dulu sama mahasiswa.” Gitu katanya. Dia coba modelkan hal yang harus kita kerjakan di kelas. Makanya saya tuh pasti matiin HP kalau jam mengajar. Setuju banget dengan pendapat Bu Sitti.

Indah :  Eh, kita kok malah ngobrolin Bu Sitti sih. Aku tuh sebenarnya sewot banget baca berita yang di tulis sama si Bule. Judulnya itu loh menggigit banget. “RI Terendah di PISA, WNA: Indonesian Kids Don't Know How Stupid They Are”

Bersih   :               Masa sih!

Indah :  Makanya FB an, biar tambah wawasan. Bersih jadi ketinggalan info kan? Saya tuh baca postingan Bu Sitti tentang PISA. Bu Sitti tuh banyak postingannya yang relevan bagi guru matematika. Bu Sitti sering posting website pembelajaran matematika. Meskipun bahasa Inggris, untuk kita yang level S1 cukup bisa ngerti apalagi matematika itu sendiri kan bahasa. Maknya tuh Bersih, besok tak ajarin deh cara bikin account FB. Biar kita bisa ikutan diskusi di sana.

Bersih   :               Ya, kamu tuh Indah sukanya diskusi melulu. Itu mah habisin waktu. Bukannya waktu kita sebagai guru sudah super sibuk. Belum lagi tuh kurikulum 2013 yang lumayan bikin bingung para guru. Kita kan butuh waktu belajar, butuh mengajar. Sekarang itu, tindakan nyata yang perlu.

Indah : Bersih, diskusi itu penting loh. Itu juga latihan mengekspresikan pendapat, membangun argumen, belajar mengoreksi orang dengan santun, bahkan belajar berlapang dada menerima kritikan orang lain. Yang penting kan kita bisa atur waktu.

Bersih   :               Iya ngerti, tapi persoalan pendidikan kita itu sudah jelas. Jelas banget deh. Di mana-mana kekurangan sudah jelas. Sekarang tinggal gimana setiap orang yang punya kapasitas itu berbuat nyata. Diskusi tuh bisa buang waktu saja. Kadang tuh kutemukan guru sibuk diskusi soal Format Rencana Pelajaran. Tidak habis-habis bicara format, esensinya malah terlupakan.

Indah : Nah, tuh Bu Sitti juga pernah bicara soal RPP loh di FB. Dari pengalamannya bekerja dengan guru-guru dan peneliti di Afrika Selatan dan di Australia, guru di sana tidak sibuk dengan Format RPP. Dia bilang yang utama dikaji adalah apa tujuannya, mengapa tujuan itu penting, rancangan aktivitas apa yang paling bagus untuk mencapai tujuan itu, contoh-contoh apa yang mereka perlu siapkan, pertanyaan apa yang perlu diantisipasi, prediksi miskonsepsi, dan antisipasi guru mengatasi kesulitan siswa, dst. Jadi yang utama adalah bagaimana siswa aktif belajar secara bermakna, berlatih berfikir kritis, bekerja sama, saling menghargai, dst. Bermanfaatkan punya FB!

Bersih   :               Sudah dulu yah ngobrolnya. Saya mau nyiapin pengajaranku minggu depan. Saya mau membantu anak memaknai hubungan antara volume limas dan prisma, bahwa volume limas itu sama dengan 1/3 volume prisma.

Indah :  Tapi rumus itu bersyarat kan? Limas dan prisma harus punya tinggi yang sama. Trus alas prisma dan limasnya sama dan sebangun alias kongruen.

Bersih   :               Nah itu dia. Saya pikir kalau saya hanya beritahu siswa, saya yakin mereka tuh bakal lupa karena kurang bermakna. Saya mau rancang aktivitas investigasi. Saya juga harus mikir bagaimana cara terbaik supaya siswa tuh jangan salah lagi mengidentifikasi tinggi sebuah limas. Biasanya ada siswa yang menganggap panjang sisi miringnya tuh sebagai tinggi. Saya juga selalu ingat pesan Bu Sitti bahwa kita harus cermat. Anak yang tampak sibuk, kelihatan aktif, belum tentu belajar loh. Jadi harus antisipasi pertanyaan apa yang perlu saya ajukan. Banyak deh yang harus saya siapkan.

Indah :  Eh Bersih, diawal pelajaran bisa ngasih permainan loh untuk sekaligus cek pengetahuan awal siswa. Bisa pakai teka-teki. Bu Sitti baru-baru ini posting loh ttg itu. Ada juga tulisan episode 5 menit. Dia gambarkan tuh permainan yang dilakukannya saat ngajar Geometri di Sul-Sel. Di pedalaman lagi ngajarnya.

Bersih   : Udah ya. Titip salam aja deh sama Bu Sitti. Saya mau nyiapin rancangan pembelajaranku.

Indah :  Semangat banget ya kamu Bersih.

Bersih   : Iya dong, kan aksi yang perlu. Lagian saya suka banget kepala sekolah yang sekarang nih. Orangnya jujur. Dia juga sudah buktikan bahwa di sekolah kami tak ada istilah nyontek. Makanya siswaku juga serius belajar karena sudah tidak berharap dapat contekan saat ujian nasional.

Demikian percakapan Indah dan Bersih. Keduanya punya pandangan berbeda. Bagi saya, yang inti adalah bahwa sebagai individu atau elemen bangsa, kita harus menyadari bahwa kita semua pembangun bangsa. Kita semua yang paling menentukan kesuksesan bangsa kita. We are a nation builder!

Semoga catatan ini bermanfaat khususnya bagi para guru atau pendidik, juga calon guru dan calon pendidik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline