Lihat ke Halaman Asli

Media dan Pers Indonesia Gagal!

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13255749361821786690

Tahun 2011 dinilai sebagian masyarakat merupakan tahun dimana media dan pers Indonesia gagal menyuarakan suara rakyat. Suara dan aspirasi masyarakat kalah oleh hingar-bingar politik dan korupsi. Sensasi dan publisitas yang ditawarkan kelompok masyarakat atau institusi tertentu ternyata lebih berdaya tarik bagi insan media dan pers. Bukankah suara rakyat adalah suara Tuhan? Lalu bagaimana mungkin insan media dan pers menutup mata, telinga dan hati akan penderitaan yang dilalui bangsa dan Negara ini yang makin terpuruk di bawah?

Berita-berita yang ditawarkan media dan pers hanya menyentuh permukaan saja, ibarat bawang ,media dan pers hanya menguliti bagian luarnya saja tanpa mau bersusah payah melihat isi dan substansial-nya. Hal ini dapat dilihat dari pemberitaan di Koran, media cetak atau media elektronik. Keluar suatu isu besar sudah ada isu pengalihan yang lain, talk show dan debat di tv hanya menjadi perang mulut dan urat syaraf. Tidak ada isu yang ditawarkan jalan keluarnya, yang ada hanya kabar tapi bukan berita. Mangabari dan memberitakan jelas sekali perbedaannya. Tapi demi sensasi dan kesejahteraan anak istri, demi keamanan kita bersama marilah kita hanya mengabari saja, jelas beberapa rekan wartawan. Sudah sedemikian ambruknyakah media dan pers Indonesia?

Lalu para wartawan itu pun memberikan penjelasan. Ada beberapa rambu yag tidak bisa kita langgar. Sebutkan saja kode etik jurnalistik, Undang-Undang ITE, ketentuan dari dewan pers Indonesia, dan permintaan dari redaktur. Lalu itu semua terangkum dalam “play safe n sound”. Play safety sajalah. Dengan cara play safety itulah rakyat Indonesia mengalami penderitaan selama tahun 2011. Bagaimana tidak? Berita yang disiarkan tidak berimbang, terlalu membela kepentingan penguasa atau kelompok tertentu yang mempunyai dana. Banyak redaktur media sudah mandul. Tidak tahu lagi mana berita yang layak turun karena banyaknya pesanan dari nara sumber yang memiliki pengaruh, kuasa dan kapital. Jadi mau kemana bangsa ini dibawa? Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi hanya didiamkan saja oleh dewan pers, kenapa? Karena dewan pers juga sudah tidak murni membela suara rakyat yang adalah suara Tuhan karena banyak orang-orang di dewan pers juga ternyata memiliki bisnis medianya sendiri sehingga obyektifitasnya terganggu sudah.

Kita mau bilang apa bang? Kata para rekan wartawan itu. Kami para wartawan mendapat uji kompetensi dan kelayakan setiap enam bulan sekali. Sedangkan paradewan redaktur tidak pernah mendapat uji kompetensi dan kelayakan. Lalu wartawan yang dianggap tidak bisa kerjasama akan dibuang dari lingkaran sedangkan dewan redaktur yang terhormat sibuk kong-kalikong dengan banyak nara sumber yang mewakili penguasa dan kelompok tertentu yang memiliki kepentingan. Tuduhan ini ada dalam twitter column dewan pers yang terhormat bang, cek saja kalau tidak percaya.

Ini dia ternyata sumber masalahnya. Ini dia dalang dari semua kebobrokan yang terjadi di Indonesia. Peranan media dan pers dalam membangun kecerdasan moral dan spiritual bangsa adalah sangat vital. Mulia sekali semua yang terangkum dalam Kode Etik Jurnalistik. Tetapi dalam pelaksanaannya sungguh sangat jauh berbeda. Itulah kenapa sang penguasa dapat dengan mudah mengadu domba pers Indonesia karena tidak ada persatuan dan kesatuan dalam mengelola berita dan topik-topik yang sangat penting yang bisa mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang dapat merubah sejarah bangsa dan negeri ini adalah Media dan Pers Indonesia melalui ketajaman penanya, yang lebih tajam daripada pedang bermata dua, katanya, sekarang

1325578094616146022

ini butuh pembuktian.

Tidak ada seorangpun angkat bicara tentang bagaimana infotainment dan sinetron semakin membodohi rakyat Indonesia. Tidak ada yang bersuara bagaimana koruptor-koruptor itu dapat bebas begitu saja. Tidak ada yang bersuara bagaimana iklan layanan masyarakat menjadi sumber kebohongan publik karena hanya menampilkan data-data angka dan bukan kenyataan sebenarnya. Rakyat yang sudah bodoh, dibodohi dan dibiarkan terus menjadi bodoh oleh media dan pers selama tahun 2011.

Kiranya di tahun 2012 ini media dan pers Indonesia dapat bangkit bersama menjadi sinergi kekuatan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.

Demi Indonesia Tercinta.

BIG GBU!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline