Hari kira-kira pukul 12. Mentar begitu terik kali ini. Tetapi tidak bagi Ivan Alimsky, pria blasteran Rusia-Jawa yang bekerja sebagai pejabat pemerintahan. Ruangan yang besar ber-AC lengkap dengan tempat istirahat, lemari es berisi bermacam buah dan minuman, serta tombol ajaib yang apabila ditekan akan datang seorang hamba yang siap melayani kemauannya. Meskipun diluar suhu mencapai 35°C, namun ruangannya tetap sejuk dengan suhu favoritnya 22°C. Kadang bila sedang berkeringat ia pun merubahnya menjadi 16°C.
Jam istirahat kali ini berbeda dari biasanya. Sebab Ivan mengundang beberapa koleganya untuk makan siang bersama sembari membicarakan proyek yang sedang mereka garap. Beberapa saat kemudian tiba Semounoff, seorang pejabat militer. Disusul oleh Darsonoff dan Paul Mussote dari rekanan atau pihak ke tiga. Ivan menyambutnya dengan berbagai hidangan dari restaurant terkemuka di kota itu. Makan siang kemudian dilanjutkan dengan perbincangan santai tapi agak serius. Dalam kehangatan jamuan setengah rapat itu, nampak seorang pria muda yang mondar mandir tatkala ivan memencet tombol ajaib nya. Sedikit banyak pria itu tau apa yang sedang mereka perbincangkan, tak jauh dari bahasa anggaran dan aroma korupsifitas. Tapi dia tak menghiraukannya karena menguping tak akan menaikkan gajinya. Lagi pula setia dan menjaga rahasia sekeras-kerasnya adalah mental yang ia miliki sejak kecil.
Tak disangka-sangka dan diduga-duga, sebuah batu besar menimpa gedung itu tepat diruangan Ivan. Kebetulan ruang itu memang berada di lantai paling atas, agar siapapun yang menjabat dapat menikmati pemandangan indah sebagai penunjang ide cemerlang. Ternyata batu itu adalah beton yang berasal dari crane pembangunan megamall di sebelah. Pria itu berlari dari luar dan bergegas menolong bosnya. Nampak bosnya mengerang kesakitan. Dari celananya mengucur darah kejahatan karena kaki kanannya putus. Beruntung evakuasi berlangsung cepat dan banyak ambulan segera tiba.
Pria itu mencoba menolong dan membawa Ivan ke dalam ambulan. Mencoba menguatkan dan meminta agar Ivan berdoa demi keselamatannya. Namun Ivan justru memaki dan marah kepadanya.
"Tuhan itu tidak ada! Tolol kamu!" pekik Ivan.
"Pak, jangan begitu. Bapak berdoa supaya Tuhan menolong bapak. Supaya tdiak terjadi apa-apa." timpal pria itu. Sayangnya, Ivan malah mulai menggurui pria baik itu,
"Kamu tau apa! Kalau memang Tuhan itu baik, pasti tidak akan mencelakakan saya! Kalau Tuhan itu ada, pasti sekarang dia akan menolong saya! Coba kamu panggil tuhanmu itu kalau memang dia ada dan mendengarkan kamu, kan kamu umatnya! Suruh dia datang dan menolong saya!"
Pria itu hanya menghela nafas. Dia sadar bahwa Ivan sekarang dalam kepanikan yang menekan jiwanya. Percuma berdebat dengan Ivan tentang ketuhanan di saat ini. Kemudian dengan pelan dia menjawab, "Saya akan tetap mendoakan bapak."
"Ah omong kosong! Coba kamu berdoa dibawah pohon mangga, apakah tuhanmu akan menjatuhkannya untukmu tanpa kamu petik? Atau coba kamu berdoa ditengah hujan deras dan mohon agar hujan itu reda, kalau berhenti seketika, aku akan berguru padamu dan menyebah tuhanmu!"
Bising sirine tak begitu terdengar. Justru supir ambulan, seorang perawat dan pria baik itu lebih fokus kepada umpatan-umpatan Ivan. Tanpa berkomentar namun saling memberi sinyal, supir dan perawat itu saling mengerutkan dahi.