Lihat ke Halaman Asli

Aku Adalah Meteor

Penulis Yang Tersakiti

Corona Itu Penyakit, Bukan Aib!

Diperbarui: 25 April 2020   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Sumber : news.trubus.id

Covid-19 kini menjelma menjadi pasukan pembunuh yang hebat. Regenerasinya yang cepat diluar daya tangkis manusia. Serangan demi serangan terus mengikis peradaban manusia. Akibatnya, hampir semua sisi dari kehidupan manusia goncang tak karuan. Dan disini saya melihat hal menarik dari sudut pandang sosial budaya.

Saat ini kecurigaan terhadap kehadiran virus corona begitu tinggi. Membuat semua orang menjadi was-was bahkan kepada orang terdekat. Layaknya Zombie, tiap orang mencurigai orang lain kalau-kalau orang itu telah terinfeksi dan hendak menginfeksi dirinya. Hal ini lah yang menggeser strata nilai pasien seolah mejadi aib yang harus dijauhi.

Orang terpapar covid-19 kini seolah menjadi aib yang hina bagi lingkungan, kampung, bahkan keluarga. Aneh memang. Seharusnya ini tak boleh terjadi. Mengingat kepastian positif harus diketahui bersama agar cepat ditangani. Tapi kalau seperti ini? Siapa yang berani mengaku karena pasti dikucilkan? Antara kebodohan, tingkat edukasi yang minim, atau bermental nyinyir adalah beberapa faktor terjadinya pergeseran nilai ini. Dari pandangan kacamata kuda saya, kini pasien covid-19 justru lebih hina dari pengidap HIV/AIDS!

Saya semakin miris saat menyimak beberapa berita di media massa tentang hal ini. Ada yang menolak karantina dan melawan saat akan dibawa petugas medis karena takut dikucilkan dan ada pasien yang kabur saat karantina di rumah sakit. 2 hari yang lalu keadaan ini diperparah dengan adanya video parodi orang tua tolak anaknya yang pulang mudik karena takut tertular corona yang dibuat oleh masyarakat Desa Tegalarum Kec. Bendo, Magetan. Pengen viral? Lebay! Anda salah cara! Justru campaigne seperti ini akan mmeperburuk keadaan. Apalagi kultur kita ini sangat lekat dengan budaya ghibah, dan saya sendiri pun pernah merasakan dampaknya yang begitu dahsyat. Sekarang mulai marak warga di berbagai daerah menolak lingkungannya dijadikan tempat karantina. Terus mau karantina dimana? Luar angkasa? Atau di dasar laut? Ahsudah habis akal saya untuk menilai orang-orang negeri ini. Mau di benci tapi saudara, mau di bilang saudara tapi malu. Bingung saya! Apa saya harus kembali ke luar angkasa, karena Aku Adalah Meteor?

Cuma 1 harapan saya, hentikan campaigne gila seperti yang sudah-sudah. Para pasien positif juga tak berharap mereka tertular aplaagi menularkan. Pengidap HIV/AIDS saja bisa kita hargai, yang penularannya kita semua tau karena hasil tindakan yang kurang baik,kecuali  bagi istri yang tertular dari suami yang jahat.  Mari berpikir jernih dan tinggalkan budaya ghibah! Gotong royong dan saling support adalah jalan terbaik untuk menghadapi serangan pasukan virus ini. Corona Bukan Aib! Lemparkanlah otakmu dari kepalamu bila ia mulai mengajarimu hal-hal bodoh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline