Dari sisi asumsi makro dalam RAPBN 2023 cenderung optimis terindikasi dari pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 5,3% dari outlook 2022 yang diperkirakan di rentang 5,1-5,4%, apalagi mempertimbangkan kondisi perlambatan ekonomi global sebagai konsekuensi pengetatan kebijakan moneter global terutama AS yang mendorong peningkatan probabilitas ekonomi AS untuk mengalami resesi pada akhir tahun 2023 atau awal 2024.
Lebih lanjut, dengan mengasumsikan penurunan harga ICP yang mengindikasikan normalisasi harga komoditas global pada tahun depan, maka kontribusi net ekspor pada PDB tahun depan juga diperkirakan akan menurun.
Selain itu, asumsi inflasi pada RAPBN 2023 berada di level 3,3% cukup optimis dari outlook 2022 di rentang 4,0-4,8%. Namun terdapat risiko inflasi tetap tinggi pada tahun depan apabila ketidakpastian geopolitik baik dari Rusia-Ukraina dan China-Taiwan masih memanas hingga tahun depan sehingga masih akan mendorong potensi kenaikan harga energi dan pangan global serta berlanjutnya gangguan rantai pasokan global.
Sementara itu, terkait dengan asumsi nilai tukar rupiah dan yield SUN 10 tahun cenderung konservatif dengan mempertimbangkan postur RAPBN 2023 yang mengindikasikan konsolidasi fiskal.
Sementara itu, jika dilihat postur RAPBN 2023 juga cenderung optimis dan sekaligus realistis dimana penerimaan pajak diperkirakan tumbuh 4,8% dengan mempertimbangkan pertumbuhan PDB nominal yakni PDB Riil + Inflasi = 5,3%+3,3% = 8,6%. Ekspektasi pertumbuhan pajak yang cenderung flat mengindikasikan bahwa pemerintah mengasumsikan bahwa windfall pajak dari commodity boom juga akan mengalami penurunan.
Di sisi belanja, belanja pemerintah tahun 2023 juga lebih rendah dimana pemerintah masih fokus pada prioritas Pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial dan infrastruktur yang akan memiliki multiplier effect yang besar pada peningkatan produktivitas perekonomian kedepannya.
Namun, pemerintah juga perlu memperhatikan belanja subsidi eneri & kompensasi yang masih tetap tinggi serta peningkatan belanja pembayaran bunga utang pemerintah dan beberapa anggaran yang dialokasikan untuk IKN dan pemilu.
Dengan memperhatikan bahwa defisit APBN 2023 ditetapkan maksimal 3% terhadap PDB, maka pemerintah perlu mendorong produktivitas belanja dan menetapkan skala prioritas dalam alokasi belanja yang memiliki efek berganda bukan hanya dalam jangka pendek namun juga dalam jangka menengah-panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H