Lihat ke Halaman Asli

Josua Holong Munthe

Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Kebajikan Pangkal Kelimpahan : Pak Kusir dan Imigran

Diperbarui: 24 Januari 2025   16:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Sebuah Delman (Sumber : Tatkala.co)

Suatu hari, seorang imigran memiliki janji dengan saudara jauhnya yang berletak di Kota Kuning. Imigran itu tiba di stasiun Kota Kuning setelah ia menaiki kereta api selama kurang lebih 2 hari untuk sampai di Kota Kuning dari Kota Metro. Sejak sampai di stasiun, imigran ini langsung bingung bagaimana sampai di kantor saudara jauhnya tersebut untuk menemui saudara jauhnya. Imigran itu tidak mempunyai waktu banyak karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh saudara jauhnya itu.

Sebelum bertemu dengan saudara jauhnya itu, saudara jauhnya itu merupakan seorang bos besar. Bos besar itu memiliki asisten yang menjadi penghubung antara imigran itu dan bos besar. Sedari awal, sang asisten mengintruksikan imigran tersebut untuk menaiki supir yang telah disediakan bos tersebut. Namun, karena merasa waktunya masih "cukup" banyak dan tidak perlu terburu-buru, imigran tersebut melihat seorang pak kusir dengan kuda delmannya dan imigran tersebut tertarik untuk menaiki delman tersebut.

"Mas, delman mas?", ucap Pak Kusir. "Oh iya boleh pak ke tujuan Gedung Pandan 30 ribu bisa ya pak?", ucap sang imigran. "Tanggung pak, 35 ya pak?". "Oh yaudah gapapa deh mas 35 ribu boleh mas."

Sejak berangkat dari stasiun, imigran tersebut telah merasa ada yang aneh dan pikirannya seolah-olah tidak enak karena arah yang dibawa oleh Pak Kusir tersebut berbeda dengan peta yang telah dibawa oleh sang imigran. Namun, karena sangat menikmati menaiki delman, imigran tersebut tidak memedulikannya selama perjalanan sampai ia akhirnya semakin sadar bahwa arah tujuannya dan navigasi Pak Delman berbanding terbalik. Arah yang dibawa oleh Pak Kusir mulai mengarah ke timur Kota Kuning, sedangkan tujuan utama sang imigran berada di selatan Kota Kuning.

"Pak, ini apa jalannya emang bener ya pak?", ucap imigran tersebut. "Yo bener to mas, Gedung Pandan kan mas, itu ada plang gedungnya gede mas", ucap Pak Kusir. "Bukan pak, gedung yang saya cari itu Gedung Dadan", ucap sang imigran.

Meskipun agak kesal karena banyak waktunya yang terbuang, di sisi lain, sang imigran juga memaklumi Pak Kusir tersebut karena umurnya yang sudah tua dan ketika berbalik arah pun ia tetap berusaha untuk menikmati perjalanan dengan delman itu. Pak Kusir tersebut ternyata juga tidak mengetahui dengan pasti tentang arah dan jalan yang ada di wilayah selatan. Hal ini membuat sang imigran kurang bisa menikmati sepenuhnya perjalanan itu karena harus sambil menavigasi sang Pak Kusir dengan delmannya menggunakan peta yang dimiliki sang imigran. Menempuh jarak yang cukup panjang cukup menghabiskan waktu yang dimiliki oleh imigran tersebut.

Kesabaran sang imigran semakin diuji ketika ternyata sang Pak Kusir hanya bisa menurunkan sang imigran di sebuah halte yang dimana halte itu berada masih kurang lebih dua kilometer dari tujuan utama imigran tersebut di Gedung Dadan.

"Maaf banget mas, saya cuma bisa nurunin di sini, soalnya ada aturan kalau delman gaboleh lewatin wilayah itu mas, saya juga minta maaf ya mas soalnya salah denger tadi jadinya waktu mas kebuang deh", ucap Pak Kusir tersebut dengan berat hati. "Iya pak gapapa pak, ini sekalian ongkosnya ya pak", ucap sang imigran sambil memberi uang 100 ribu rupiah kepada Pak Kusir dengan ikhlas hati. "Wah mas, ini kebanyakan mas, yang bener ini mas?", ucap Pak Kusir sambil terkejut saat menerima uang tersebut. "Iya pak gapapa pak, ini skalian tipnya bapak ambil aja pak", ucap sang imigran. "Wah terimakasih banyak ya mas, kalo begitu saya pergi dulu deh ya mas", ucap Pak Kusir yang kemudian pergi membawa delmannya.

Sebelum benar-benar ikhlas dengan apa yang ia beri, sang imigran sempat masih sedikit kesal karena Pak Kusir yang membuat perjalanan lama adalah kesalahan Pak Kusir, namun rasa iba sang imigran dengan Pak Kusir membuat sang imigran harus membayar lebih. Meskipun uang seratus ribu itu merupakan hanya sebagian yang dimiliki oleh imigran tersebut di dalam dompetnya, imigran tersebut tetap mengikhlaskan uang tersebut karena rasa iba terhadap Pak Kusir yang baru saja mengantarnya. Kemudian, dengan perasaan bersalah karena sudah menolak tawaran jemputan asisten bos besar, sang imigran menghubungi asisten bos besar itu untuk mengirim supir supaya menjemputnya di halte.

Selama kurang lebih setengah jam menunggu, ternyata supir yang menjemput merupakan supir ojek dan lebih parahnya lagi ternyata sang imigran masih harus membayar sejumlah 35 ribu kepada supir ojek tersebut sehingga semakin menipiskan dompet sang imigran.

Setelah sampai di tujuan, sang imigran pun tetap membayar ojek tersebut lalu bergegas menemui bos besar di gedung itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline