Lihat ke Halaman Asli

Sanggupkah LPSK sebagai Sandaran Hukum Saksi dan Korban?

Diperbarui: 21 November 2018   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terkadang pengalaman menjadi pelapor, saksi dan korban dalam suatu pelanggaran hukum yang semakin  merajalela adalah suatu privasi bagi diri sendiri. Mengumbar pengalaman tersebut kadang menimbulkan ancaman yang berasal dari pelaku dan pihak terkait. Tapi di samping itu ada kalanya juga pihak pihak yang pernah menjadi korban, saksi atau perantara dalam suatu pelanggaran hukum tersebut dengan sigap melapor kepada pihak yang berwajib. 

Keberanian tersebut dibarengi oleh rasa optimisme pelapor akan tindak nyata keadilan yang dijunjung tinggi di Indonesia. Tapi yang perlu dihindari adalah mencari keadilan dengan melapor pelaku tanpa mengetahui prosedur pelaporan yang baik dan sesuai hukum, misalnya dengan menyebarkan pelanggaran pelaku didalam media massa dimana postingan tersebut dapat melanggar UU ITE. 

Dan prosedur tersebut juga berguna untuk menghidari kemungkinan posisi kita yang menjadi pelapor berubah menjadi tersangka atas pelanggaran hukum tertentu dan mendapatkan hukuman dari pihak  berwenang.

Semua hal yang berhubungan dengan kasus diatas diatur dalam UU RI nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bekerja sama dengan aparat penegak hukum diamanahkan untuk menjadi tempat pengaduan dan perlindungan para pelapor, korban, dan saksi dari tindak kejahatan lainnya yang mungkin akan terjadi. 

Berbagai kesuksesan telah dicapai LPSK dalam menanggapi kasus pelanggaran hukum, dan saat ini berbagai program di lakukan untuk mencapai level maksimal dalam kinerjanya, misalnya perpanjangan kerja sama LPSK dengan Polri dan kerjasama LPSK dan KPK untuk pengoptimalan kerja serta menuntaskan permasalahan yang ada di Indonesia. 

Pengoptimalan tersebut bertujuan agar LPSK memiliki nilai kredibel dan berintegritas dimata masyarakat. Nilai kredibel yang merupakan tolak ukur dalam kepercayaan masyarakat kepada LPSK berasal dari Integritas yang kuat dalam konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip yang dipegang teguh oleh LPSK.

Pandangan buruk kepada LPSK dan aparat hukum

Dalam konteks ini, pelapor, saksi dan korban adalah kunci utama, tapi kadang pihak pihak tersebut tidak melaporkan pelanggaran hukum yang terjadi karenakan adanya pandangan buruk masyarakat terhadap LPSK maupun aparat hukum. Pandangan tersebut dapat berupa anggapan LPSK dan aparat hukum yang arogan, keras, berbelit belit, meminta upah, mengintimidasi dan diskriminasi. 

Anggapan tersebut mungkin didapatkan dari ketidaksempurnaan dalam menyerap informasi, adanya kesalahpahaman masyarakat atau bahkan perilaku beberapa anggota LPSK dan aparat hukum yang tertangkap basah melanggar peraturan. 

Untuk itu, penulis sebagai posisi dalam masyarakat berharap, LPSK dan aparat hukum lebih memasyarakatkan diri seperti melakukan penyuluhan dan sosialisasi sehingga terciptanya pemahaman yang sempurna masyarakat dan terciptanya korelasi yang baik antar pihak. Disamping itu, LPSK dan aparat hukum juga harus menjunjung tinggi kode etik profesi masing masing agar tidak terjadi penyimpangan dalam jabatan.

Prosedur Pelaporan Pelanggaran Hukum

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline