Dasar-dasar Validitas Ilmu dan Agama dalam Teori Jurgen Habermas
Dunia pada era modern telah dipengaruhi dan didominasi oleh perspektif dan ideologi positivistik yang anti terhadap segala yang bersifat nonilmiah, bahkan berupaya membuka topeng dasar-dasar normatif yang dianggap sebagai penghalang bagi kemajuan ilmu dan rasionalisasi kehidupan manusia.
Ideologi tersebut pun menjadi dasar legitimasi dalam seluruh aspek kehidupan bahkan telah mempengaruhi hubungan antara agama dan ilmu sains.
Meskipun telah menghegemoni ilmu, positivistik tidak mampu mengunifikasikan atau menyatukan ilmu-ilmu yang ada, sehingga muncullah nilai-nilai plural yang mengacaukan legitimasi tatanan modern, dimana tidak ada lagi apapun yang dianggap sah, serta tidak disertai dengan adanya proses kultural yang menyediakan ruang dialog yang memadai.
Perbedaan yang ada dalam perspektif kultural menyebabkan adanya keterbenturan antarkebudayaan. Sistem nilai ilmiah dan sistem nilai religius pun sering dibenturkan satu sama lain. Sehubungan dengan pembenturan antara kerangka normatif, dalam praksis politik, terjadi kontroversi ketika terjadi pertemuan silang budaya yang dapat mengancam petunjuk komunikasi politik.
Kerangka normatif memerlukan penyelesaian dalam bentuk dialog dalam mengatasi perbedaan tersebut.
Sindung memperhatikan masalah hubungan ilmu dan agama yang terjadi dalam dunia didominasi oleh positivistik. Yang mana, Habermas sendiri seorang teoritikus sosial yang anti pada positivistik, yang mengembangkan teorinya dalam rangka praksis karena ia mengklaim hubungan teori dan praksis tidak terpisah, dan praksisnya dilakukan dengan refleksi teoritis.
Menurut Habermas, masalah yang menjadi ancaman masyarakat modern merupakan persoalan dalam menetapkan validitas dan legitimasi dalam tatanan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H