Lihat ke Halaman Asli

Josua Gesima

Mahasiswa S2

Gejala Bahasa

Diperbarui: 18 November 2022   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gejala Bahasa

Pada abad ke-20, bahasa sebagai salah satu gejala yang muncul secara mencolok telah mengalami pergeseran dari sekadar medium penyampaian pesan menjadi syarat bagi kemungkinan untuk memahami realitas. Saat ini sejarah bergeser ke zaman penafsiran (the Age of interpretation) yang memperlihatkan "tidak ada fakta, hanya ada penafsiran", yang sebenarnya juga adalah hasil tafsiran. Masalah muncul ketika bahasa terjerumus ke pemutlakan. Bahasa sudah kehilangan rujukan selain pada dirinya sendiri. Artinya, konteks bahasa telah hilang sehingga makna ditarik dari bahasa itu sendiri. Padahal makna bukan hanya bersumber di bahasa tetapi juga berisi pengalaman. Kebenaran bukan hanya merujuk ke kata tetapi juga ke fakta (Supelli dkk 2011, 73-4).

Supelli memandang demikian cuaca kultural yang tampaknya dominan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Tampaknya ada penyingkiran ciri antropologis dalam pengetahuan tentang tuhan sehingga orang dapat mendaku bahwa hanya mereka yang paling tahu tentang tuhan dan kehendak tuhan. Realitas (ontologi) ditafsirkan secara tunggal dan persepsi (epistemologi) diandaikan hanya bergantung pada relasinya dengan realitas tunggal tersebut sehingga ada kecenderungan biner dalam melihat kenyataan (Supelli dkk 2011, 75-6).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline