Lihat ke Halaman Asli

Joshua

Akun arsip

Bijak Bertransaksi, Makroprudensial Terjaga

Diperbarui: 7 April 2020   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi transaksi tabungan harian. © Joshua Marli

Mengherankan rasanya membayangkan ketidakpastian ekonomi domestik dan global dalam setahun, atau bahkan beberapa bulan belakangan. Saya sebagai orang yang awam makroekonomi bisa melihat pelbagai gejala yang tentu memaksa kita mengubah cara kita dalam mendapatkan, menyimpan, dan mengelola uang beserta aset kita dengan lebih bijak. 

Bukan cuma untuk menekan kerugian dan mengoptimalkan apa yang ada, namun kita perlu juga kesadaran untuk menjaga stabilitas sistem keuangan negara. Bayangkan saja, kalau sistem keuangan di negara kita tidak stabil, apa jadinya?

Bicara ekonomi memang tidak cuma soal fluktuasi suku bunga kredit perbankan dan keragaman bunga simpanan berjangka yang sewaktu-waktu berubah, tapi juga gejolak naik-turun kurs dolar terhadap rupiah, pergerakan nilai berbagai instrumen investasi, serta semakin banyaknya sarana membangun aset, yang membuat kita semakin berpikir, betapa mudahnya mengembangkan uang dan aset kita dalam kemajuan teknologi seperti hari-hari ini. 

Kesadaran untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi dengan prinsip kehati-hatian dalam bertindak, yang belakangan beken dengan nama makroprudensial, juga penting tuh.

Tapi, memikirkan ekonomi diri dan negeri tak perlu sampai meringis mengernyitkan dahi. Ada baiknya kita pahami, bahwa sebagai warga bangsa, kita juga adalah pemangku kepentingan yang terbesar dalam sektor keuangan. 

Tanpa disadari, puluhan, ratusan, bahkan ribuan triliun uang kita mengalir dalam jutaan arus transaksi setiap harinya, baik offline maupun online. Selalu ada pertukaran uang dengan barang atau jasa, di manapun, kapanpun, di seantero Indonesia. 

Membeli kebutuhan dapur di pedagang sayur dengan uang tunai, menempelkan kartu prabayar untuk membayar tiket commuter line dan mass rapid transit untuk berangkat dan pulang kerja, memindai kode QR kekinian untuk bayar makan dan minum, menggunakan dompet elektronik untuk membayar ojek, menggunakan kartu debit untuk berbelanja di pasar swalayan--itulah gambaran ragam transaksi yang membangun perekonomian negeri. 

Kalau ini semua tidak ada yang mengatur, mengawasi, dan melindungi, apa yang terjadi? Bisa-bisa ekonomi dalam scope besar ini tidak teratur dan kolaps. Sangat berbahaya, bahkan mengancam kesejahteraan seluruh rakyat.

Belum lama ini, ujian terberat sedang menerpa bangsa kita. Ketidakpastian ekonomi domestik dan global akibat wabah Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menghantam perekonomian skala makro. 

Sebut saja penurunan Indeks Harga Saham Gabungan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, serta lemahnya daya beli masyarakat dalam skala mikro akibat melambatnya laju industri dan terhambatnya aliran pasokan barang kebutuhan pokok di pasar. 

Jujur saja, saya sempat kuatir akan kondisi ini, apalagi jika wabah masih belum kunjung reda. Namun pikiran kuatir itu hanya sesaat saja dalam benak saya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline