Jelang tahun baru 2019, biasanya ada banyak kebiasaan yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Menyalakan kembang api atau berkumpul bersama keluarga adalah salah satu cara mengekspresikan malam pergantian tahun. Gemerlap dan kemeriahan langit malam juga selalu ditunggu-tunggu kehadirannya.
Namun bagi keluarga Kristen Batak, menyaksikan pesta kembang api yang indah atau berada di kerumunan pesta konser tahun baruadalah suatu hal yang mustahil.
Alih- alih menikmati suasana malam tahun baru, mayarakat Kristen Batak secara khusuk mengadakan "mandok hata" di dalam rumah mereka. "Mandok hata" adalah tradisi masyarakat Batak yang dilakukan saat tahun sudah berganti tepatnya pada tanggal 1 Januari setiap tahunnya.
Sebagai salah satu keluarga Kristen Batak, ada banyak cerita dan pelajaran yang menarik dari tradisi "mandok hata". Menunggu detik-detik pergantian tahun bersama keluarga adalah salah satunya. Biasanya kami sekeluarga sudah dalam formasi lengkap sejak malam tanggal 31 Desember. Hal ini karena adanya ibadah di gereja sekitar jam 7 malam.
"Mandok hata" memiliki arti secara harafiah yaitu "berbicara". Dalam mandok hata biasanya berisi pemberian pesan bagi semua anggota keluarga. Kami sekeluarga menyebutnya refleksi dan resolusi. Menyampaikan kesalahan di tahun sebelumnya dan berusaha memperbaikinya di tahun depan adalah harapan dari diadakannya tradisi "mandok hata" ini.
Penyampaian pesan dan kesan dimulai dari usia yang yang paling terkecil hingga usia terbesar dalam suatu keluarga. Bagi saya hal ini lah yang membuat jantung berdegup kencang. Pasalnya, sebagai anak dengan usia paling muda hal ini membuat saya yang akan memulai penyampaian pesan kepada seluruh anggota keluarga. Candaan "sudah siap mandok hata" pun sering dilontarkan oleh beberapa teman saat itu.
Namun, tentunya ada banyak hal positif yang didapat saat "mandok hata" dilakukan.
1. Demokrasi sudah ditanamkan sejak dini
Mengungkapkan isi hati saat ibadah "mandok hata" adalah bukti nyata demokrasi dalam keluarga Kristen Batak. Penyampaian uneg-uneg ataupun sekadar curhat yang saya lakukan setiap tahunnya misalnya adalah perwujudan demokrasi tersebut. Itu sebabnya, dalam keluarga kami menerapkan prinsip "keterbukaan" dalam menghadapi segala permasalahan
2. Berani berbicara
Setiap anggota keluarga wajib untuk berbicara saat "mandok hata" diselenggarakan. Hal ini membuat mayoritas anak-anak keluarga Batak, seperti saya misalnya terlihat lebih vokal dalam menyampaikan pendapatnya. Pasalnya, saat mandok hata dilakukan, kita harus mengumpulkan kepercayaan diri berbicara di depan orangtua, nanguda(tante), tulang(paman) dan opung (kakek/nenek).