Dunia bergerak dalam arus yang begitu cepat, seolah tidak memberi waktu bagi kita untuk berhenti dan merenung. Segala yang dulu kita kenal, lambat laun larut dalam kabut kenangan. Waktu, dalam keheningan yang tak terelakkan, membawa serta jejak-jejak masa lalu, meninggalkan ruang untuk yang baru, yang tak bisa dihindari. Modernisasi berderap maju tanpa henti, menghapus batas antara yang nyata dan maya, menyisakan kita pada persimpangan antara nostalgia dan inovasi.
Segala hal yang dulu tampak abadi, kini hanya tinggal serpihan cerita. Gedung-gedung tua yang dulu berdiri megah, kini tergantikan oleh pencakar langit yang menjulang, menyentuh awan dalam diamnya. Kehidupan manusia beradaptasi dengan cepat, berlari mengikuti laju zaman, sementara bayang-bayang masa lalu perlahan menghilang, terseret oleh putaran tak kasat mata dari peradaban modern.
Di tengah hiruk-pikuk modernisasi, kita sering kali lupa bahwa segala sesuatu akan hilang pada waktunya. Namun, dalam hilangnya, ada harapan baru yang muncul, seperti bunga yang mekar di tengah musim gugur. Dunia berputar, selalu bergerak, meninggalkan yang lama untuk menyambut yang baru, siklus abadi dari perjalanan manusia dan peradabannya.
Warisan
Gamelan adalah bentuk ensambel musik tradisional yang berkembang di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Bali. Instrumen utama dalam gamelan terdiri dari berbagai jenis perkusi yang terbuat dari logam, seperti gong, kenong, bonang, saron, serta alat musik dawai seperti rebab dan seruling bambu. Keunikan suara gamelan terletak pada harmoni antara alat-alat musik tersebut yang menghasilkan nada-nada pentatonik, menciptakan suasana musik yang mistis dan penuh makna. Setiap gamelan memiliki karakteristik yang berbeda, bergantung pada wilayah dan budaya setempat, mencerminkan kekayaan tradisi serta warisan seni musik Nusantara.
Musik gamelan tidak hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga memiliki fungsi ritual dan spiritual. Pada berbagai upacara adat, pertunjukan wayang, serta acara kerajaan, gamelan sering dimainkan sebagai pengiring yang sakral dan penuh simbolisme. Melalui perpaduan suara alat musik yang kompleks, gamelan menggambarkan harmoni kosmis antara manusia, alam, dan alam gaib. Ini adalah warisan budaya yang tidak hanya mewakili seni musik, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya dan filosofi kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebuah Ironi
Sangat disayangkan, gamelan sebagai salah satu warisan budaya terbesar Indonesia, semakin ditinggalkan oleh generasi muda. Sebuah survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% dari generasi muda yang masih menunjukan setidaknya minat terhadap seni atau budaya tradisional, dengan sebagian besar lebih tertarik pada musik modern dan budaya pop internasional. Data dari Badan Pusat Statistik atau BPS pada tahun 2021 menunjukan bahwa partisipasi generasi muda dalam kegiatan seni dan budaya tradisional menurun sebesar 15% dalam lima tahun terakhir dan hanya 25% dari generasi muda yang masih terlibat aktif dalam komunitas seni tradisional. Fenomena ini mencerminkan pergeseran minat di kalangan masyarakat yang lebih mengutamakan hiburan cepat dan instan, dibandingkan dengan keindahan kompleks dan filosofis yang ditawarkan oleh gamelan. Akibatnya, apresiasi terhadap seni tradisional ini semakin berkurang dan hanya dilestarikan di kalangan komunitas-komunitas tertentu.
Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan minat ini adalah modernisasi dan globalisasi yang begitu pesat. Teknologi dan akses mudah terhadap hiburan digital, seperti musik dari platform streaming, membuat generasi muda lebih tertarik pada genre musik global seperti pop, hip-hop, atau EDM, yang dianggap lebih relevan dengan kehidupan mereka. Gamelan, dengan kompleksitasnya, membutuhkan kesabaran dan pemahaman yang mendalam, sementara tren musik modern cenderung lebih menyasar konsumsi cepat. Akibatnya, banyak anak muda merasa tidak terhubung dengan musik tradisional ini, menganggapnya kuno dan tidak sesuai dengan selera mereka.
Selain itu, peran institusi pendidikan dalam melestarikan gamelan pun dirasa kurang optimal. Meski beberapa sekolah dan universitas masih memasukkan gamelan sebagai bagian dari kurikulum seni, pendekatan yang diambil sering kali bersifat teoretis dan tidak memberikan ruang bagi siswa untuk benar-benar menghayati seni tersebut. Minimnya guru gamelan yang kompeten dan infrastruktur yang mendukung membuat pembelajaran gamelan sering kali terpinggirkan. Padahal, jika diintegrasikan dengan baik, gamelan bisa menjadi jembatan yang menghubungkan generasi muda dengan akar budaya mereka serta memberikan wawasan filosofis yang mendalam.
Tidak hanya di bidang pendidikan, minimnya dukungan pemerintah dalam mempromosikan gamelan juga menjadi tantangan tersendiri. Meskipun gamelan telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia, usaha untuk mempromosikan dan mendukung pertunjukan gamelan di ruang-ruang publik masih kurang terasa. Banyak sekali acara budaya yang lebih menonjolkan tarian atau seni yang dianggap lebih menarik secara visual, sementara gamelan hanya dimainkan pada acara-acara tertentu dan cenderung diabaikan oleh penonton muda. Hal ini menyebabkan gamelan perlahan tergeser dari kesadaran yang bersifat kolektif masyarakat Indonesia.
Institusi
Kolese Kanisius sebagai salah satu institusi pendidikan menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya gamelan melalui penyediaan ekstrakurikuler seni karawitan. Dengan menawarkan gamelan sebagai salah satu pilihan ekstrakurikuler, sekolah memberikan wadah bagi para siswa untuk tidak hanya mempelajari teori, tetapi juga berlatih secara langsung dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam seni tradisional ini. Kegiatan ini mempertemukan siswa dengan guru yang kompeten dalam bidang gamelan, memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi potensi musik tradisional dalam konteks modern. Dengan demikian, Kolese Kanisius turut berperan aktif dalam menjaga eksistensi seni karawitan di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang kian deras.
Ekstrakurikuler gamelan di Kolese Kanisius juga memberikan ruang bagi siswa untuk berkontribusi langsung dalam upaya melestarikan budaya bangsa. Dengan terlibat dalam latihan dan pertunjukan rutin, para siswa belajar untuk mencintai dan menghargai kekayaan budaya Indonesia. Pengalaman ini tidak hanya membentuk keterampilan musik, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan kerjasama, sesuai dengan nilai-nilai filosofi gamelan itu sendiri. Melalui berbagai kegiatan, termasuk pertunjukan dan partisipasi dalam festival seni, siswa Kolese Kanisius turut berperan dalam memperkenalkan seni karawitan kepada khalayak yang lebih luas, memastikan bahwa gamelan tetap hidup dan relevan di masa mendatang.