Sebagai seminaris, saya pernah ditanyai oleh salah satu formator saya "kira kira kamu ingin menjadi yang seperti apa?" Saya sempat kebingungan untuk menjawab pertanyaan ini karena saya kalau jadi imam hanya ingin mengikuti apa yang menjadi perintah dari superior karena sejatinya keutamaan seorang imam adalah ketaatan.
Namun, sebenarnya menjadi seorang imam tidaklah hanya sekadar taat pada perintah atasan ataupun menghidupi kedua kaul yang lain yaitu kemurnian dan kesucian maupun janji yang diucapkan ketika seseorang calon imam pertama kali masuk kedalam formasi novisiat ataupun tahun orientasi rohani. Seorang imam atau romo memeliki berbagai tugas yang harus di emban. Salah satu tugas seorang imam adalah pelayanan pastoral dan kerasulan kepada umat. Seiring berjalannya waktu, pelayanan pastoral dan juga kerasulan juga mengalami perkembangan.
Tentunya sebagai seorang imam harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan juga teknologi. Kemampuan, sikap, serta moralitas seorang imam pun secara otomatis diuji melalui dinamika pastoral dan kerasulan seiring perubahan zaman. Tujuannya adalah menebarkan imam dan mewartakan kerajaan Allah lewat pelayanan pastoral dan kerasulan. Teknologi dan kemampuan lain merupakan sarana bagi seorang untuk mewartakan iman katholik kepada umatnya. Lalu apa saja yang dibutuhkan oleh seorang imam untuk menjalankan pelayanan pastoral di masa mendatang?
Menjadi imam tidak hanya bertugas untuk memimpin misa saja, tetapi juga melayani umat. Pelayanan umat oleh imam merupakan salah satu tugas kerasulan imam. Maka dari itu kemampuan dan kelebihan dari setiap pribadi masing-masing imam menjadi modal utama dalam menjalankan tugas kerasulan. Kemampuan utama yang harus dimiliki seorang imam untuk melayani umat adalah kemampuan berkomunikasi.
Kemampuan berkomunikasi yang baik diperlukan karena seorang imam pasti akan berinteraksi langsung dengan umat. Kehadiran seorang imam di tengah umat sangatlah berpengaruh, terutama dalam menyampaikan pesan atau meneguhkan umat.
Perkataan yang diucapkan seorang imam memiliki pengaruh yang besar karena imam merupakan tokoh masyarakat dan sumber kekuatan rohani bagi umatnya. Seorang imam ibarat sebagai "dokter rohani" karena beberapa umat jika memiliki masalah ataupun beban hidup memilih berkonsultasi kepada seorang romo atau imam. Seorang romo juga harus dapat memengaruhi umat, terutama dalam menyampaikan ajakan-ajakan dari bapa paus ataupun bapa uskup. Untuk itu kemampuan berkomunikasi harus dimiliki oleh setiap romo atau imam.
Selain kemampuan berkomunikasi, seorang romo harus memiliki sikap ataupun kepribadian yang baik. Hal ini ditunjukkan dari kecerdasan emosi dan juga kecerdasan sosial. Kecerdasan emosi adalah kemandirian untuk mengatur emosi dan perasaan. Hal ini akan memengaruhi perilaku dan cara berkomunikasi seorang imam atau romo dalam bertindak dan berelasi dengan umat.
Emosi seseorang akan terlihat dari bagaimana cara dia berkomunikasi ataupun berbicara. Seseorang yang memiliki emosi stabil akan lebih tenang membawakan diri dan terlihat lebih elegan dalam menyampaikan pesan sehingga umat dapat menangkap maskud dari pembicaraan romo.
Namun jika seorang romo tidak memiliki emosi yang stabil dan harus berbicara dihadapan umat maka cara dapat dilihat dari cara berbicara yang meledak-ledak, terbata-bata, dan kehilangan kata-kata. Umat juga akan menaruh steorotip negatif kepada romo tersebut karena cenderung memiliki sikap yang terbawa emosi. Perilaku dan kepribadian hidup seorang imam atau romo haruslah asertif dan memperlihatkan ketulusan seorang imam melayani umatnya.
Ketulusan hati dari seorang romo akan memberikan sudut pandang bahwa seorang imam memiliki niat untuk merangkul umatnya dan menyambutnya secara hangat serta memberikan inspirasi rohani dalam pelayanan pastoral. Selain memiliki kecerdasan emosi dan juga menaruh sikap yang sepantasnya di hadapan umatnya, seorang romo juga harus memiliki kecerdasan sosial.
Kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang dalam membaca perasaan orang lain dan juga berempati terhadap orang lain disekitarnya. Seorang romo yang diutus ataupun ditugaskan disebuah paroki ataupun karya pelayanan sosial harus dapat mengetahui apa yang dibutuhkan dan diperlukan di empat perutusan tersebut sehingga seorang romo dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.