Artikel kali ini akan menuangkan tentang tindak pidana terhadap ketertiban umum. Dalam UU 1/2023 atau KUHPB, tindak pidana terhadap ketertiban umum diatur dari pasal 234 sampai dengan pasal 277. Artinya, ada 43 pasal yang mengatur tentang perbuatan yang dapat dikenakan pidana dalam spektrum ketertiban umum. Dan mengingat ada begitu banyak substansi daripada kamar pidana terhadap ketertiban umum ini, maka topik ini akan dibagi ke beberapa artikel.Tapi, apa yang dimaksud dengan ketertiban umum?
Tidak ada kepastian makna tentang apa yang dimaksud dengan ketertiban umum, sebagaimana kepastian tersebut datang dari definisi, semisal 'ketertiban umum adalah bla bla bla' dan tertuang jelas sekurangnya pada pasal 1 undang-undang tertentu. Hal ini menyebabkan orang dapat menginterpretasikan ketertiban dengan dinamis. Kasar kata, sesuka orang saja mengartikan apa itu ketertiban umum tanpa ada batasan konkret. Namun, apa benar demikian?
Naskah Akademik RUU-KUHP
Merujuk pada naskah akademik RUU-KUHP pada tahun 2015, tindak pidana yang terkait dengan ketertiban umum dalam KUHP lama masih relevan, sehingga norma dalam KUHP Baru dimodifikasi sekaligus dimutakirkan. Termasuk juga, memisahkan delik menyangkut kehidupan beragama, penambahan aturan tentang penyiaran berita.
Rasio-legis yang diberikan dalam hal pemutakiran norma tindak pidana ini adalah bahwa pasal-pasal KUHP lama dianggap opresif dan menganggap bahwa beberapa ekspresi masyarakat merupakan tindakan oposisi terhadap pemerintah. Namun kembali lagi, tidak ada definisi konkret terkait ketertiban umum. Dan dengan demikian, dibutuhkan interpretasi.
Setidaknya, ada 14 metode interpretasi yang dapat digunakan dalam memaknai hukum, serta tergantung juga dari jenis hukumnya sendiri. Dalam pidana, mengingat adanya asas legalitas dan pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi:
"tidak ada satu perbuatanpun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan."
"dalam menetapkan adanya Tindak Pidana dilarang menggunakan analogi."
Maka, otomatis penekanan penggunaan interpretasi dalam menemukan makna 'ketertiban umum' merujuk pada interpretasi teleologis yang menekankan pada kebutuhan masyarakat, sekurangnya interpretasi gramatikal yang intinya menekankan apa yang tertulis, atau sistematis yang intinya bicara tentang keterkaitan tentang peraturan perundangan, disesuaikan dengan kebutuhannya.
Oleh karena itu, dengan memaknai rumusan pasal-pasal yang ditujukan dan dimaksudkan dalam tindak pidana ini, dapat disimpulkan suatu definisi sementara. Dalam mencapai definisi tersebut, maka perlu diketahui tindak-tindak pidana apa yang ada dalam spektrum ketertiban umum ini. Tindak pidana terhadap ketertiban umum dibagi menjadi tujuh bagian yang meliputi:
Penghinaan terhadap simbol negara, pemerintah atau lembaga negara, dan golongan penduduk.