Pada artikel Hukum Pidana Baru: Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan (2), telah tertuang bahwa pidana memiliki beberapa tiga spektrum utama yang kemudian memiliki jenis-jenis pidana. Spektrum pidana pokok memiliki setidaknya lima jenis pidana, spektrum pidana tambahan memiliki setidaknya enam jenis pidana, dan yang khusus disesuaikan dengan peraturan perundangan yang mengaturnya. Namun, ada satu jenis pidana yang layak untuk dibahas tersendiri, yaitu pidana mati.
Dalam KUHPB, pidana mati diatur dalam pasal 98 sampai dengan pasal 102. Pasal 98 sendiri berbunyi:
"Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat."
Kemudian, pada Penjelasan pasal 98 tersebut ada tertuang:
"Pidana mati tidak terdapat dalam stelsel pidana pokok. Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan dapat diganti dengan pidana penjara seumur hidup."
Terkait dengan stelsel pidana pokok, maksud sangat sederhananya adalah lima pidana pokok yang sudah dijabarkan sebelumnya, walaupun bila dijabarkan dapat berdiri masing-masing menjadi setidaknya satu artikel, dan menjadi tidak santai karena akan masuk ke materi teoretis dan filosofis terhadap mengapa suatu tindakan dipilih sebagai suatu bentuk pidana. Kemudian, dari norma yang tertuang tersebut, menyiratkan bahwa sebisa mungkin tidak dilakukan pidana mati.
Bila melihat dalam penjelasannya, dikatakan bahwa pelaksanaan pidana mati dengan cara menembak terpidana adalah cara paling manusiawi, hingga kemudian disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini menjadi menarik, karena dengan demikian menembak seseorang hingga mati lebih manusiawi dari menyuntik euthanasia kepada seseorang tanpa menyebabkan rasa sakit, sekurangnya dari ditembak mati.
Kemudian, pasal 99 bicara tentang bagaimana pidana mati dapat diberlakukan. Bila grasi ditolak presiden, terdakwa baru kemudian dapat dipidana mati. Pelaksanaan pidana mati dilakukan secara tertutup, dan dilakukan dengan cara ditembak atau cara lain yang ditentukan oleh undang-undang.
Bila dilakukan terhadap terdakwa yang meliputi wanita hamil, Perempuan yang sedang menyusui bayi, atau orang sakit jiwa, maka pelaksanaan pidana mati dilakukan hingga keadaan mereka kembali normal, yaitu ketika wanita tersebut sudah melahirkan, Perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayi, atau orang sakit jiwa itu sembuh.
Dalam pemberian putusan hakim terkait pidana mati, maka pidana mati harus dilakukan dengan mempertimbangkan hal meliputi:
- Rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri;
- Peran terdakwa dalam tindak pidana.
Kemudian, pengurangan terhadap tuntutan, bahkan setelah vonnis juga dapat dilakukan karena penerapan hukuman mati tersebut memiliki masa percobaan setidaknya selama 10 tahun, dan apabila terpidana dinilai menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, maka hukuman mati tersebut dapat berubah menjadi pidana seumur hidup. Apabila dalam masa percobaan ternyata tidak terlihat sikap dan perbuatan terpuji, maka pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah jaksa agung.