Sebagai lembaga negara yang memilik harkat martabat yang sangat tinggi, tentu Mahkamah Konstitusi memiliki kekuasaan. UU 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi membagi kekuasaan MK menjadi dua. Pertama terkait dengan kewenangan MK, yang diatur dalam pasal 10 sampai dengan pasal 11, dan yang kedua terkait dengan Tanggung Jawab dan Akuntabilitas yang tertuang pada pasal 12 sampai dengan pasal 14.
Adapun pasal 10 ayat 1 menuangkan kewenangan MK untuk melakukan hal meliputi:
- Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI 1945;
- Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945;
- Memutus pembubaran partai politik;
- Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pada pasal 10 ayat 2, secara sederhana mengatakan bahwa MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden yang diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945.
Pada bagian penjelasan pasal 10 ayat 1 ada tertuang:
"putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh."
Penjelasan pasal 10 ayat 1 UU 24 tahun 2003 ini kemudian mendapatkan perubahan dalam UU 8 tahun 2011 Perubahan Pertama MK, dengan bunyi:
"Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam undang-undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).
UU perubahan pertama MK (UU 8/2011) kemudian memberikan tambahan penjelasan pada pasal 10 ayat 2 yang berbunyi:
"yang dimaksud dengan "pendapat DPR" adalah pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden yang diambil dalam Keputusan Paripurna sesuai dengan Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat tentang Tata Tertib."
Dari hal ini, cukup terang bahwa kewenangan kedua MK juga meliputi kewajiban untuk melakukan tindakan saat terjadi sesuatu di dalam DPR, sementara untuk kewenangan pertama MK yang terdiri dari 4 cabang tersebut menjadi kewenangan penuh MK sendiri. Maka, keempat cabang tersebut yang akan menjadi pembahasan singkat dan sederhana ini.
Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI 1945.