Menurut Black Law Dictionary fourth edition, a summo Remedio ad inferiorem actionem, non habetur ingressus, neque auxilium memiliki definisi yang berbunyi "from (after using) the highest remedy, there can be no recourse (going back) to an inferior action, nor assistance, (derived from it.)". Dalam definisi yang sama, terdapat keterangan yang berbunyi :
"A maxim in the old law of real actions, when there were grades in the remedies given; the rule being that a party who brought a writ of right, which was the highest writ in the law, could not afterwards resort or descend to an inferior remedy."
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, asas tersebut bermakna bahwa setelah menggunakan pertolongan tertinggi, tidak ada jalan kembali pada tindakan yang lebih rendah, termasuk juga bantuan yang datang darinya. Atau secara lebih sederhana, tidak ada jalan kembali kepada pertolongan yang lebih rendah.
Sementara keterangan yang ada memiliki terjemahan yang maknanya mendekati asas nyata dalam hukum tua, dimana hukum tersebut memiliki gradasi terhadap perbantuan hukum. Aturan yang berbunyi bahwa pihak yang membawa writ of right, yang merupakan surat tertinggi dalam hukum, tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan ataupun dibawa kepada tingkat bantuan hukum yang lebih rendah.
Writ of right sendiri adalah surat hukum yang menyatakan tentang hak subjek tertentu terhadap objek tertentu. Dahulu surat ini merupakan surat untuk menyatakan properti yang didapat dari pewarisan, dan dikeluarkan karena objek tersebut sedang digunakan oleh pihak lain. Juga, surat ini hanya dapat diterbitkan organ kerajaan.
Melihat dari definisi diatas, maka dapat diketahui bahwa upaya hukum menggunakan surat memiliki segmentasi yang disesuaikan dengan tingkatan kasus serta tingkatan upaya hukum itu sendiri. Sehingga secara terang, a summo remedio ad inferiorem actionem, non habetur ingressus, neque auxilium merupakan asas pengatur hukum, yang membatasi ruang lingkup pertolongan hukum dalam konteks penggunaan surat atau dokumen berharga.
Asas ini tercatat dalam buku Fleta, seu Commentarius Juris Anglicani, yang terbitkan oleh John Welden pada tahun 1647, masa abad pertengahan di Inggris. Pada bagian Liber Sextus : De Propinquitate Haeredum ( buku enam : tentang kedekatan ahli waris ), halaman 370, asas tersebut tertuang pada bagian dua dengan bunyi :
"actio quidem super recto ultimum locum sibi vendicat in ordine placitorum a summo remedio ad inferiorem actionem, non habetur ingressus, neque auxilium."
Yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti :Tentu saja tindakan diatas kasus yang menempati tempat terakhir dalam susunan permohonan, dari pengobatan tertinggi ke tindakan terendah, tidak ada persetujuan maupun bantuan.
Dalam hal ini, Penulis Fleta sedang membicarakan tentang bagaimana cara memberikan hak klaim (right of claim). Tindakan yang dimaksud merujuk pada pertimbangan kepada siapa hak itu diberikan, berdasarkan narasi keturunan tanpa perkelahian atau peperangan diantara para pihak yang menklaim suatu objek yang sama.
Bila dibaca lebih lanjut, teks tersebut merujuk pada pewarisan antara para keturunan raja. Namun asas a summo remedio ad inferiorem actionem, non habetur ingressus, neque auxilium hanya berbunyi sekali. Peletakannya pada bagian atas paragraf menyatakan bahwa kalimat tersebut digunakan sebagai dasar menentukan pembahasan hukum.