asas a non posse ad non esse sequitur argumentum necessarie negative, licet non affirmative merupakan asas yang unik. Dalam Black Law Dictionary Fourth Edition asas ini memiliki definisi 'From impossibility to non-existence the inference follows necessarily in the negative, though not in the affirmative---is as ambiguous as the original. It could be translated thus: The negative inference of non-existence necessarily follows from impossibility of existence, but the affirmative inference of existence cannot be drawn from mere possibility.'
Dalam bahasa Indonesia, asas ini memiliki arti 'Dari kemustahilan menuju ketiadaan, kesimpulan seyogianya mengikuti yang ada dalam negatif, walaupun tidak secara afirmatif---adalah ambiguitas seperti aslinya. Ini juga diartikan menjadi : kesimpulan negatif dari ketiadaan seyogianya meneruskan kemustahilan eksistensi, namun kesimpulan afirmatif dalam eksitensi tidak bisa disarikan dari kemungkinan belaka.'
Apabila asas ini dipetakan, maka ada dua kalimat yang berbunyi "kesimpulan negatif dari ketiadaan seyogianya meneruskan kemustahilan eksistensi" dan "kesimpulan afirmatif dalam eksitensi tidak bisa disarikan dari kemungkinan belaka.". Dimana kedua kalimat tersebut memiliki hubungan kasualitas untuk menentukan keabsahan suatu keberadaan.
Secara bebas, kalimat pertama mengacu pada spektrum keberadaan yang memiliki batasan. Spektrum tersebut bermuara pada ketiadaan, dan dari ketiadaan tersebut lahir kesimpulan negatif atau tidak ada. Di satu sisi, kalimat "kesimpulan afirmatif dalam eksitensi tidak bisa disarikan dari kemungkinan belaka" merujuk pada keberadaan yang berangkat dari pengakuan dan harus lahir dari fakta-fakta, termasuk juga fakta negatif atau fakta yang tidak ada.
Maka, apabila disederhanakan, asas ini bermakna subjek yang tidak ada bermuara kepada kesimpulan yang tidak ada, dan kesimpulan yang ada juga terbentuk dari kesimpulan yang tidak ada. Secara lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa "jika sesuatu mungkin tidak ada, berarti sesuatu itu ada, meskipun tidak tegas diperlihatkan".
Asas ini dapat ditemukan dalam buku Hobart's Reports. Hobart yang dimaksud adalah Sir Henry Hobart, Chief Justice of the Court of Common Pleas, yang meneruskan legasi Sir Edward Coke. Beliau menggunakan asas a non posse ad non esse sequitur argumentum necessarie negative, licet non affirmative dalam menangani perkara Sheffield vs Ratcliffe dalam kasus pembagian tanah royalti. Dalam halaman 506, beliau menyatakan :
".. and a non posse ad non esse sequitur argumentum neccessarie negative, though not affirmative ; that which cannot be done is not done ; so that the argument stands thus ; what the tenant in tail had, and hath not parted withal, remaineth in him still ; but the main right in tail he had, and hath not parted withal ; therefore it remaineth in him still."
yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu :
"..dan non posse ad non esse sequitur argumentum neccessarie negatif, meskipun tidak afirmatif; apa yang tidak dapat dilakukan tidak dilakukan; agar argumentasinya tetap demikian; apa yang dimiliki oleh penggarap di bagian ekor, dan belum dipisahkan, tetap ada dalam dirinya; tetapi hak utama di ekornya ia miliki, dan belum berpisah dengannya; oleh karena itu hal itu masih tetap ada di dalam dirinya."
maksud 'penggarap di bagian ekor' pada hakikatnya merujuk pada seseorang yang berhak memiliki atau setelah meninggalnya nenek moyangnya atas suatu kepentingan yang terikat. semenatara hak utama di ekornya merujuk pada hak yang dimiliki oleh orang tersebut. Dalam hal ini beliau mempertimbangkan posisi Sheffield dan Ratcliffe dalam penggunaan tanah dan pembayaran sewa.
Tanah tersebut digunakan Lord Edmund Shefflield atas perjanjian sewa pakai yang disepakati dengan sang ratu. Sang ratu mati dan mewariskan tanah itu kepada Roger Ratcliffe. Roger Ratcliffe kemudian menggugat Lord Sheffield karena menggunakan tanah tersebut, mengingat Ratcliffe merupakan keturunan yang sangat jauh sebagai pewaris.