Lihat ke Halaman Asli

Josephine Joy

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran

Pesan Baudrillard untuk Kita Semua

Diperbarui: 2 Mei 2020   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selamat tinggal 2019. Mungkin benar adanya bahwa sebagian besar manusia yang cukup dewasa di penghujung tahun kerap berusaha mengevaluasi dirinya dan mulai memasang target-target baru yang harus dicapai di tahun mendatang. 

Saya jadi mengenang masa indah kala duduk di bangku sekolah dasar dimana evaluasi diri hanya diperoleh dari nasihat orang tua saat berkumpul bersama keluarga dan target tidak perlu dicatat, sudah cukup dengan menggangguk manis saat nenek bilang, "nanti harus jadi dokter ya..." 

Tahun demi tahun berlalu, kini mengevaluasi diri bisa dilakukan sendiri bersama ahli psikologi betulan (bukan yang ditangkep itu ya!) yang sudah memiliki kanal Youtube dan bila anda memasang target seperti berat badan turun 10 kg, yoga setiap pagi, tembus tes CPNS, percayalah, hampir semua hal---dari yang biasa hingga aneh pun---bisa anda ulik sesuka hati dari kanal Youtube atau media sosial lainnya.

Sangat memudahkan kehidupan kita bukan?

Sayangnya, kemudahan, kecanggihan, dan kepraktisan yang kita nikmati saat ini bukanlah tidak memiliki sisi gelap. Kita telah sampai pada kenyataan bahwa menyapa, mengobrol, dan berdiskusi dengan teman lebih nyaman jika dilakukan melalui grup whatsapp atau line ketimbang berjumpa secara fisik di suatu tempat. Kita tidak bisa memungkiri bahwa aplikasi tinder nyatanya sangat disukai oleh banyak orang yang mencari "jodoh".  

Foto profil yang rupawan menjadi kunci utama apabila anda ingin orang lain tertarik, elok tidaknya wajah anda selalu merupakan syarat utama demi acara dating yang sukses. Dengan kata lain, kalau jelek ya tidak usah berharap banyak, bye.

Salah satu aplikasi lain paling digemari oleh hampir seluruh manusia yang menempati bumi saat ini adalah Instagram. Begitu terkemuka padahal justru inilah yang paling menyedihkan. 

Dengan melihat (atau stalking) akun Instagram seseorang, kita merasa sudah mengetahui dan mengenal kehidupan orang tersebut. Dengan melihat story atau unggahan orang yang selalu berfoto di restoran mahal, rooftop, daerah elite, maka kita akan berpikiran bahwa orang tersebut memiliki gaya hidup yang mahal dan tentu orang bergelimang harta. 

Dengan mengunggah foto pribadi dengan pakaian yang berasal dari desainer ternama seharga dua buah motor baru, maka kita akan kagum dan memberi label yang positif bahwa orang tersebut kaya dan gayanya keren. Sayangnya, hal seperti ini sudah menjadi budaya yang menelan jati diri manusia dan justru malah diinginkan oleh orang-orang.

Salah seorang filsuf postmodern, Jean Baudrillard, merangkum fenomena ini dengan kajian yang begitu menarik. Pertama, Baudrillard berpendapat bahwa mode of Production (Marxian) saat ini telah diganti dengan mode of Consumption sehingga seluruh aspek kehidupan manusia tidak lebih dari sekadar objek. 

Kalau dulu Marx terus berpendapat bahwa siapa yang menguasai alat produksi maka dia merupakan orang kelas atas atau borjuis. Baudrillard berpendapat bahwa kini hal tersebut telah berubah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline