Lihat ke Halaman Asli

Sejarah Kusam Kekuasaan yang Diwariskan

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="Candi  Singosari"] [/caption]

Saya mulai dari tahun 81 Masehi, dimana kaisar Domitianus pegang tapuk kerajaan di Roma. Domitianus adalah raja yang gila kekuasaan, sangat berbeda dengan kakaknya, Titus, yang lemah lembut dan penyabar. Domi sangat menonjolkan ketampanannya dalam memerintah kerajaan Roma, terutama dalam kecerdikan dan ahli strategi, taktik, membuat seluruh anggota senat dan para panglima perang segan. ( Bayang-bayang Ratu Adil, hal: 111).

Begitu naik tahta, seluruh anggota senat gajinya naik, beberapa panglima perang diangkat jadi penasehat untuk memperkokoh kekuasaan. Sedang yang tidak sepaham disngkirkan dari lingkat kekuasaan. Dan yang mendukung dan memuji kekuasaan, mendapat hadiah dan kedudukan dalam istananya.

Nun jauh disana, di luar tembok istana, rakyat hidup dalam kemiskinan Kaisar dan para pejabat imperium Roma menutup mata atas ketakkeadilan,kelaparan,kemiskinan menjadi pemandangan biasa.walaupun demikian, rakyat tahu, Kaisar Domi adalah kaisar yang selalu dirundung rasa takut dan sepi. Hidup penuh curiga , termasuk permaisuriya sendiri, Domitia Longina yang kemudian terbukti berselingkuh dengan pemain teater terkenaldi Roma dan diusir dari istana. Namun beberapa bulan kemudian, rakyat tertawa kenapa ? karena kaisar memanggil permaisurinya kembali ke dalam istana. Dari hari-kehari rakyat semakin benci. Derita rakyat semakin terhimpit. Mulai berhiumpun menggalang kekuatan untuk melawan. Singkat saja, kaisar meninggal di bunuh oleh bendahara raja sendiri. Sangat tragis dari sebuah kekuasaan yang lupa rakyatnya.

Kita kembali ke negeri sendiri, sejarah lampau di Kerajaan Tumapel. Sang Amuwabhumi berteriak keras, di depan pasukan setianya berkata : “ Aku adalah titisan dewa Brahma yang sangat sakti mondroguno, tak mempan palu dan senjata lainnya. Hanya akulah yang bisa mengalahkan dan membunuh Dhandhang Gendhis dan meratakan kerajaan dari kekuasaan Raja Gelang-gelang. Mereka semua harus tunduk dibawah kekuasaanku….”

Perang besar betul terjadi. Gelang-gelang takluk di bawah Tumapel. Ken Arok jadi raja dengan gelar : Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi. Dan Tumapel diganti menjadi Kerajaan Singasari . menurut Serat Pararaton, kekuasaan didapat dengan cara licik dan culas. Mantan perampok dari hutan Karautan- disusupkan oleh Log gawe untuk menjadi pegawai kerajaan Tumapel- itu menyuruh Mpu Gandring membuat sebilah keris untuk membunuh Tunggul Ametung, disebankan ia terpesona dengan kecantikan istri Tunggul Ametung, Ken Dedes. Dan menurut serat Pararaton, Ken Dedes diberkati Dewa dan akan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa.

Saat malam tiba, Ken Arok masuk peraduan. Tunggul Ametung di bunuhnya dengan keris miliknya. Padahal, beberapa hari lalu keris milik Kebo Ijo yang kemudian ia curi dan dipergunakan untuk menghabisi nyawa Tunggul Ametung. Ken Arok diangkat jadi raja Tumapel. Keinginan kawin dengan ken Dedes tercapai. Dan Tunggul berhasil menjadi Raja Singasari.

Ken Arok jadi penguasa yang perkasa dan sangat ditakuti. Seperti biasa bagi penguasa yang lagi mabok, ia semakin mengedepankan rasa angkuh, sombong dan egois. Perlakuan tak adil terhadap Anusapati – anak Ken Dedes dan Tunggul Ametung, yang akhirnya membawanya si Ken Arok di ajalnya ditangan Anusapati. Sedangkan Anusapati dibunuh oleh Toh Jaya – anak Ken Arok dari hasil kawinnya dengan Ken Umang. Takut Toh Jaya, Ronggowuni lari dari istana dan sempat menggalang kekuatan rakyat untuk melakukan perlawanan. Akhirnya, Toh Jaya terbunuh oleh tombak rakyatnya ( Serat Pararaton, hal;68)

Kerajaan Mataram jaman Sunan Amangkurat, juga tak lepas dari gonjang-ganjing dalam pemerintahannya.di pertengahan abad 17, Sunan meninggalkan segala kemewahan dan hidup mengembara hingga akhir hayatnya.Dampak penyerbuan Sultan Agung ke Batavia dan dengan kekalahannya, membuat jumlah rakyat berkurang banyak. Lebih jelas bisa dibaca: Babad Tanah jawa.

“ Kekuasaan Cenderung Korup..”, kata seorang filsuf politik, Niccolo Machiavelli, dalam bukunya “ Sang Peguasa”/ terbit tahun 1517. Dalam bukunya ia berpendapat, bahwa seorang penguasa haruslah mampu merubah yang lemah menjadi kuat dan yang kuat menjadi lemah.Pemerkosaan pedoman-pedoman moral untuk mencapai tujuan/ kekuasaan harus diterima sebagai sebuah strategi yang wajar demi tujuan yang lebih tinggi (hal;39). Apakah demikian kalimat: “menghalalkan segala cara” harus diterima sebagai sebuah konsekwensilogis demi mencapai/mempertahankan kekuasaan?

Namun perlu diingat, bahwa kondisi rakyat di zaman itu sangat berbeda dengan sekarang. Revolusi teknologi yang terjadi di awal abad ini telah menjadikan bumi sangat terbuka. Tak seorang penguasapun yang bisa mencegah warganegara ntuk semakin pandai, baik pintar perkara social,ekonomi tapi juga politik. Mengatur kegiatan politik tidak cukup dengan kacamat kuda, ada aspek yang lain untuk melengkapinya;moralitas, religiusitas, dan rasa keadilan haruslah menjadi bagian terpenting dari pelaksanaan dan tanggung jawab kekuasaan terhadap pemberi mandate.

Filsuf jawa; Ki Ageng Suryomentaram menyebut tiga hal yang membuat penguasa mabuk kekuasaan adalah ketika mereka terseretnafsu akan :semat, drajat dan kramat ( harta,kekuasaan, gila hormat). Oleh sebab itu sangatlah berbahaya jika kekuasaantak lagi berpihak pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Semoga kisah Domitianus, Ken Arok, raja-raja di jawa dan di luar jawa dan masih segudang lainnya, bukan mustahil kekuasaan itu akan ditinggalkan rakyatnya. Kekuasaan cenderung korup, sehingga akan menjerumuskan bangsa ini kedalam keterpurukan yang panjang dan melelahkan.

Sejarah adalah cermin diri sebuah bangsa. Berbagai peristiwa pahit yang terjadi pada sebuah bangsa selalu dimulai ketika para pemimpin tak lagi peduli akan nasib rakyatnya dan Negara yang bertugas memakmurkan rakyat dan menyejahterakannya berubah menjadi ajang persaingan untuk meraih kekuasaan dan kemuliaan duniawi. Sebuah renungan. .!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline