Publik menilai bahwa tuntutan pidana seumur hidup terhadap FS tidak maksimal karena tidak dituntut hukuman mati, dan membuat tuduhan yg macam-macam terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU). Banyak juga orang mengira bahwa tuntutan seumur hidup yg dibacakan JPU terhadap FS merupakan vonis, padahal tuntutan/requisitoir baru kesimpulan JPU belum putusan.
Terhadap tuntutan JPU itu, terdakwa FS maupun Kuasa Hukumnya/PH diberikan kesempatan untuk mengajukan Pleidoi atau pembelaan dengan harapan kliennya bisa bebas atau paling tidak hukumannya lebih ringan dari tuntutan pidana JPU. Karena itu adalah tugas dari seorang PH yang diberikan kuasa oleh kliennya.
Dalam pembelaan Kuasa Hukum biasanya akan membuat suatu uraian yang menurut nya dakwaan JPU tidak terbukti berdasarkan fakta-fakta persidangan atau menurutnya dakwaan terbukti tetapi terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dikarenakan adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf yg dapat menghilangkan sifat melawan hukum nya.
Setiap PH pasti punya trik atau cara tersendiri dalam membuat suatu pembelaan terhadap kliennya dengan harapan agar dipertimbangkan majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan.
Majelis Hakim dalam memutus suatu perkara pasti berpatokan atau berdasarkan pada dakwaan yang diajukan JPU yang disesuaikan dengan fakta-fakta persidangan tetapi tidak terikat dan tidak wajib mengikuti tuntutan JPU. Antara dakwaan dan tuntutan itu harus dibedakan. Dakwaan itu adalah dasar pemeriksaan perkara di pengadilan, sedang tuntutan itu kesimpulan dari penuntut umum yg memuat tuntutan pidana terhadap terdakwa berdasarkan alat bukti di persidangan. Oleh karena itu hakim tidak terikat dengan tuntutan (kesimpulan JPU), mereka punya penilaian dan pertimbangan tersendiri sebelum memutus suatu perkara. Hakim itu bersifat merdeka atau bebas dari intervensi kekuasaan manapun. Sehingga putusannya tidak bisa diintervensi pihak manapun.
Jadi Hakim dalam memutus suatu perkara itu memiliki kesimpulan sendiri berdasarkan fakta-fakta persidangan yang mana putusannya bisa saja sesuai dengan tuntutan JPU dan bisa saja memiliki pertimbangan sendiri lain dari tuntutan. Hakim bisa saja menjatuhkan putusan Bebas (Vrijspraak), Lepas dari segala tuntutan (Onslagh van recht vervolging), atau Putusan Pemidanaan.
Contoh nya dalam perkara ini bisa saja hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap FS, putusan lepas dari segala tuntutan hukum,bisa saja putusan pemidanaan seumur hidup (sesuai tuntutan JPU) atau bisa saja menjatuhkan putusan hukuman mati. Semua itu tergantung alat-alat bukti yang terungkap di persidangan sebagaimana ditentukan dalam pasal 184 KUHAP ditambah dengan keyakinan hakim. Jadi putusan hakim itu tidak terikat dengan surat tuntutan JPU.
Dalam menjatuhkan putusan, hakim hanya terikat dengan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan "Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya". Seeorang dijatuhi pidana harus memiliki kesalahan, berdasarkan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah dan atas hal itu hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan benar terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Berat ringannya suatu putusan pemidanaan, hakim punya pertimbangan tersendiri berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Jadi apabila menurut hakim perbuatan FS terbukti dan ia memiliki kesalahan sehingga harus dimintai pertanggungjawaban pidana, putusan (vonis) hakim bisa lebih berat atau bisa lebih ringan dari tuntutan pidana yang telah dibacakan JPU di persidangan sebelumnya, semuanya tergantung penilaian hakim.
Sekian dan Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H