Sejak kasus pertama warga negara Indonesia terkonfirmasi positif covid-19 awal maret lalu, saat ini kita telah hidup berdampingan dengan virus corona lebih dari 9 bulan lamanya.
Pandemi covid-19 yang masih berlanjut hingga kini, telah mengubah banyak hal dalam kehidupan kita. Pembatasan sosial yang diterapkan, membuat relasi kita dengan sesama tidak lagi ideal sebagaimana seharusnya.
Jika diingat-ingat, tidak banyak keluarga dan sahabat yang kita kunjungi sepanjang tahun ini. Bahkan mungkin saja, dalam masa-masa sukacita dan dukacita yang mereka alami, kita tidak turut ada di samping mereka.
Kerena pandemi covid-19 yang terjadi, tidak sedikit saudara-saudara kita yang berjuang untuk bertahan hidup karena melawan virus yang menginfeksi tubuh. Beberapa dari kita atau mungkin orang-orang terdekat sekitar kita, bahkan harus kehilangan orang-orang yang sangat dikasihi.
Selama pandemi covid-19 ini, saya kerap dikejutkan dengan berita dukacita dari sejumlah WhatsApp Grup yang saya ikuti. Namun dukacita yang terjadi akibat covid-19 itu, membatasi saya untuk memberikan penghormatan terakhir bagi mereka yang telah pergi.
Kami termasuk keluarga yang sangat beruntung. Meskipun 3 keluarga saya harus berjuang untuk sembuh dari covid-19, bahkan ayah mertua saya harus berjuang 35 hari di ruang ICU Rumah Sakit, namun Tuhan memberikan kesembuhan bagi mereka semua.
Namun hal ini bukan berarti Tuhan sedang tidak mengasihi dan abai pada mereka yang mengalami kedukaan karena covid-19. Saya percaya segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini adalah sepengetahuan Tuhan dan pastilah mendatangkan kebaikan, meski sulit kita pahami dari kacamata kita sebagai manusia.
Tak hanya berdampak pada kesehatan, pandemi covid-19 yang terjadi juga telah merusak sendi-sendi perekonomian kita. Beberapa saudara-saudara dan sahabat yang kita kenal, harus kehilangan pekerjaan, membuat mereka harus berjuang untuk tetap bertahan hidup di tengah situasi ekonomi keluarga yang sangat sulit.
Mungkin kita pun banyak mendengar, usaha keluarga yang selama ini telah menjadi tumpuan hidup turut mengalami pasang surut hingga gulung tikar. Padahal dari usaha yang dijalankan itu, nasib pendidikan anak-anak dan masa depan mereka bergantung padanya.
Bicara soal pendidikan, hingga kini anak-anak kita masih belajar secara daring. Meski tidak menyenangkan dan bahkan dikuatirkan akan menurunkan kualitas pendidikan kita, tetapi belum ada pilihan lain demi mempertahankan anak-anak tetap sehat, terhindar dari penularan virus corona.