Lihat ke Halaman Asli

Jose Hasibuan

TERVERIFIKASI

Seorang abdi bangsa

Kebangkitan Lumpur Lapindo dan Pemulihan Ekonomi Indonesia

Diperbarui: 30 November 2020   14:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Masih ingat "lumpur lapindo"? Yaps, Lumpur Sidoarjo atau "Lusi", peristiwa banjir lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas di Porong Kabupaten Sidoarjo yang terjadi pada bulan Mei 2006.

Semburan lumpur panas yang terjadi selama beberapa bulan itu telah menyebabkan tergenangnya kawasan pemukiman, pertanian, dan industri di tiga kecamatan di Sidoarjo dan memberikan dampak negatif pada situasi ekonomi khususnya di Jawa Timur.

Tidak begitu jelas, apa yang menyebabkan kejadian fenomenal ini. Dalam konferensi International yang dilaksanakan di Afrika Selatan pada Oktober 2008, para ahli geologi seluruh dunia setidaknya memberikan 3 pandangan yang diduga menjadi penyebab kejadian ini.

Pertama, kemungkinan peristiwa luapan lumpur lapindo itu disebabkan oleh gempa Bantul yang terjadi pada 2006. Namun, pernyataan ini hanya didukung oleh 3 orang ahli geologi asal Indonesia.

Kedua, sebagaian besar ahli menuding kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pengeboran sumur lah yang menjadi penyebabnya. Asumsi ketiga menyatakan, perpaduan antara gempa dan pengeboran lah yang menjadi penyebab meluapnya lumpur panas dari perut bumi.

Apa pun itu, biar lah para ahli yang menentukan, dan kita tidak sedang membahas polemik mengapa lumpur lapindo bisa terjadi. Tulisan ini ingin mengulas kebangkitan saham-saham milik empunya Lapindo, Bakrie Group.

Siapa yang tak kenal Grup Bakrie. Tahun 2007, kelompok usaha ini sempat disebut-sebut jadi pengendali di Bursa Efek Indonesia (BEI) ketika kejayaan bisnis batubara mengalami kejayaan dan melambungkan saham-saham Grup Bakrie di pasar modal.

Sang Founder, Aburizal Bakrie bahkan sempat dinobatkan sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Sentimen positif saham Grup Bakrie mengantarkan sejumlah perusahaan Bakrie Group masuk dalam LQ45.

Namun perlahan, saat harga komoditas batubara anjlok dan terjadi krisis ekonomo secara global, kinerja perusahaan Grup Bakrie perlahan mulai redup. Besarnya kapitalisasi pasar dan anjloknya harga saham Grup Bakrie ikut menyeret IHSG jatuh.

Hingga akhir Oktober lalu, sejumlah saham Grup Bakrie bahkan nyungsep bertahan di level harga terendah, Rp50 per lembar saham. Saham-saham Bakrie Group dihargai gocap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline